KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji dan
syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan, sumber inspirasi dan
motivasi dalam membangun kurikulum pendidikan yang Islami di masa sekarang.
Makalah yang berjudul “PENGEMBANGAN
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)” ini, sengaja kami susun untuk
dijadikan sebagai bahan diskusi pada mata kuliah “PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”.
Kami sebagai penyusun menyadari
bahwa makalah ini tak luput dari segala kekurangan dan keterbatasan, baik dari
segi penulisan maupun isi di dalamnya. Untuk itu, kami sangat mengharapkan
kritik ataupun saran yang bersifat membangun, khususnya dari dosen pembimbing,
demi kesempurnaan pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
Akhirul Kalam, mudah-mudahan makalah
ini bermanfaat dan membawa hikmah buat kita semua, terutama bagi diri kami
pribadi, Amien … !!!
MEDAN, 27 September 2014
Penyusun,
(
KELOMPOK IV )
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kurikulum
Berbasis Kompetensi, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi
kurikulum. Kemunculannya seiring dengan munculnya semangat reformasi
pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan pemerintah dalam pemerintahan
daerah atau dikenal otonomi daerah Undang-Undang Nomor 22 tahun l999. Kelahiran
kebijakan pemerintah ini didorong oleh perubahan dan tuntutan kebutuhan
masyarakat dalam dimensi globalisasi yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi begitu pesat sehingga kehidupan penuh persaingan dalam segi
apapun tidak bisa dihindari dan harus siap untuk kemajuan suatu bangsa. Dapat
dipastikan bahwa hanya individu yang mampu bersaing yang akan dapat berbicara
dalam era globalisasi ini. Untuk itu, setiap individu harus memiliki kompetensi
yang handal dalam berbagai bidang sesuai dengan minat , bakat, dan kemampuan
nyata.
Untuk itu upaya
peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup
pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral,
akhlaq, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga, dan perilaku.
Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan
kecakapan hidup (life skill) yang diwujudkan melalui pencapaian
kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil
di masa datang. dengan demikian peserta didik memiliki ketangguhan,
kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau
pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Kurikulum
berbasis kompetensi dikembangkan untuk memberikan keahlian dan keterampilan
sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing
dan daya jual untuk menciptakan kehidupan yang berharkat dan bermartabat di
tengah-tengah perubahan, persaingan, dan kerumitan kehidupan sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Adanya kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan hasil
lulusan menjadi lebih terampil dan kompeten dalam segala tuntutan masyarakat sekitarnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi ?
2.
Bagaimanakah Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi?
3.
Apa saja Tingkatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi?
4.
Bagaimanakah Pendekatan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi?
5.
Apakah yang menjadi prinsip-prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi ?
6.
Bagaimana pengembangan silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi?
BAB II
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI (KBK)
A.
Pengertian
Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Seseorang
pasti lahir ke dunia ini tidak haya dengan tangan kosong, akan tetapi manusia
di berkahi sebuah kemampuan dari segi fisik maupun pikir. Kemampuan tersebut
yang nantinya akan menjadi penopang kehidupan tiap individu, dan sebagai sarana
pemenuh kebutuhan juga. Kemampuan tersebut sering dikenal dengan istilah
kompetensi. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dari segi
daya fisik maupun segi daya pikir.
Kompetensi
adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Rustyah 1982, mengemukakan bahwa Kompetensi mengandung
pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut
oleh jabatan tertentu. Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan
melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan
sesuatu hal.
Menurut Finch dan Crunkilton dalam
Mulyasa, bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu
tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan
sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan
tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Sedangkan menurut Broke dan Stone kompetensi
merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat
berarti. Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1
(10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan”.
Kompetensi
merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan
dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten
dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan
sesuatu. Kebiasaan berpikir dan bertindak itu didasari oleh budi pekerti luhur
baik dalam kehidupan pribadi, sosial,kemasyarakatan, keber-agama-an, dan
kehidupan berbangsa dan bernegara.[2]
Dalam hal mendefinisikan kompetensi,
terdapat banyak sekali pendapat yang diutarakan para ahli secara berbeda namun
masih dalam konteks yang sama, adapun kompetensi menurut para ahli, meliputi:
- Spencer mengungkapkan bahwa setiap perusahaan yang menginginkan setiap karyawan yang berkompeten akan megajukan berbagai upaya penyeleksian dengan standart yang tinggi. Akan tetapi kompetensi bukanlah hal yang baku yang dicari oleh setiap perusahaan.
- Ulrich berpendapat bahwa kompetensi merupakan segala aspek pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yang ada dalam tiap kepribadian.
- Wibowo mengungkapkan pendaptnya bahwa kompetnsi merupakan suatu kemampuan untuk melaksanakan berbagai tugas yang telah diberikan atas kehendak diri sendiri. Dengan demikian kompetensi menunjukkan aspek dari suatu pengetahuan, serta profesionalisme kerja.
Dari penjabaran di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kompetensi merupakan suatu kemampuan yang telah
dimiliki oleh seseorang dan dapat diprediksi dari kepribadiannya mengerjakan
suatu tugas tertentu.
Kompetensi
menurut Spencer Dan Spencer dalam Palan 2007, adalah sebagai karakteristik
dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam
memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan.
Spencer juga mengatakan bahwa dalam
kepribadian atau kompetensi yang dimiliki seseorang memiliki 5 karakteristik
diantaranya:
- Motif (motive)
- Sifat (traits)
- Konsep diri (Self – Concept)
- Pengetahuan (Knowledge)
- Ketrampilan (Skill)
Dalam proses pengolahan kompetensi
juga telah dikembangkan sedemikian rupa mengikuti perkembangan zaman. Salah
satunya ialah pengkajian. Pengkajian dari proses pengolahan kompetensi lebih
cenderung pada pemberian umpan balik terhadap kompeteni yang dimiliki oleh
banyak peserta. Cara tersebut menggunakan motivasi untuk mendorong peserta
mengerti dengan benar kompetensi yang dimiliki dan pekerjaan yang telah
dilakukan.
Sedangkan
Gordon, menjelaskan bahwa beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam
konsep kompetensi sebagai berikut[3] :
1.
Pengetahuan (knowlegde)
Yaitu
kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara
melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran
terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya
2.
Pemahaman (understanding)
Yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh seorang individu.
Misalnya, seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki
pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik agar
dapat melaksankan pembelajaran secara efektif dan efisien
3.
Kemampuan (skill)
Adalah
sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dibebankan
kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga
standar sederhana untuk memberi kemudahan belajar peserta didik.
4.
Nilai (value)
Adalah suatu
standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam
diri seseorang. Misalnya, standar perilaku seorang guru dalam pembelajaran
(kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain)
5.
Sikap (attitude)
Yaitu
perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
Misalnya, reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji,
dan sebagainya.
6.
Minat (interest)
Kecenderungan seseorang untuk melakukan seuatu perbuatan. Misalnya, minat
untuk melakukan atau mempelajari sesuatu.
Berdasarkan
pengertian kompetensi tersebut, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat
diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta
didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu
kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran
yang dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam
bentuk prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai sesuatu kriteria
keberhasilan. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) juga menuntut guru yang
berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangkaian
meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran
memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar.
Kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik,
berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dengan demikian,
implementasi kurikulum dapat menumbuhkan tanggung jawab, dan partisipasi
peserta didik untuk belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public
policy), serta memberanikan diri berperan serta dalam berbagai kegiatan, baik
di sekolah maupun dimasyarakat. Menurut Kay (1977) dalam Mulyasa,
mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis kompetensi selalu dilandasi oleh
rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana”
jadi perbuatan tersebut dilakukan”
Dari pendapat di atas dapat dipahami
bahwa kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada kreativitas individu
untuk melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran dan efek (dampak) yang
diharapkan yang muncul dari peserta didik melalui serangkaian pengalaman
belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai
dengan kebutuhannya. Rumusan kompeten dalam kurikulum berbasis kompetensi ini
merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau
dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan Madrasah, sekaligus
menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan
untuk menjadi kompeten.
KBK merupakan suatu konsep kurikulum
yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas
oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat pengetahuan,
kemampuan, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam
bentuk kemahiran dengan penuh tanggung jawab.
Hall (1986) dalam Mulyasa juga
menyatakan bahwa “setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran
secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup”
Dari pendapat di atas menunjukkan
bahwa perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan
belajar. Perbedaan antara peserta didik yang pandai dengan yang kurang (bodoh)
hanya terletak pada masalah waktu, peserta didik yang bodoh memerlukan waktu
yang cukup lama untuk mempelajari sesuatu atau memecahkan suatu masalah,
sementara yang pandai bisa cepat melakukannya.
Kemampuan yang dimiliki peserta
didik untuk berkreasi dan berimajinasi jika diberikan kesempatan dan peran
aktif guru terhadap siswa yang secara tidak langsung akan memberikan dampak
terhadap penguasaan apa yang telah diajarkan guru.
Kurikulum berbasis kompetensi
menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu
saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah
pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan, terhadap
perbaikan pendidikan
B.
Karakteristik
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum
dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai
diterapkan sejak tahun
2004 walau sudah ada sekolah
yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara
materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994,
perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam
kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan
dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para
murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi
dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif
mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama
dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di
sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan
yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa
bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya. mulai
di berlakukan pula wajib pramuka sebagai nilai tambah ekstrakulikuler.[4]
Karakteristik
berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai,
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian
kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran. Di samping itu KBK memiliki
sejumlah kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Penilaian dilakukan
berdasarkan standar khusus sebagai hasil demostrasi kompetensi yang ditunjukkan
oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual
personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik dapat
dinilai kompetensinya.
Depdiknas (2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa
kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi pesertadidik baik secara individual maupun klasikal
- Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
- Sumber belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi[5]
Dari beberapa rumusan tentang
karakteristik kurikulum berbasis kompetensi di atas jelaslah bahwa pada
pencapaian kompetensi itu dilihat dari cara penyampaian materi oleh guru dan
metode yang digunakan dalam pembelajaran lebih lanjut dikatan bahwa penilaian
Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah dilihat dalam kompetensi guru dalam
persiapan mengajar, artinya ada upaya guru untuk menguasai materi yang memenuhi
syarat atau unsur edukatif. Karena yang diinginkan dalam kompetensi ini adalah
menekankan pada kualitas siswa, dan hasil belajar yang dicapai.
Lebih lanjut dari berbagai sumber
sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis
kompetensi, yaitu:
- Sistem belajar dengan modul
- Menggunakan keseluruhan sumber belajar
- Pengalaman lapangan
- Strategi belajar individual personal
- Kemudahan belajar
- Belajar tuntas
Keenam hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem Belajar Dengan Modul
Kurikulum berbasis kompetensi menggunakan modul
sebagai sistem pembelajaran. Dalam hal ini modul merupakan paket belajar
mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar mandiri yang meliputi
serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara
sistematis untuk membantu peserta didik, untuk mencapai tujuan belajar.
Modul adalah “suatu proses pembelajaran mengenai
satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan
terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman
penggunaannya untuk para guru”. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan
petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan seorng peserta
didik, bagaimana melakukannya dan sumber belajar apa yang digunakan.
2.
Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga
mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik.
3.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk
membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan
sistematis sehingga peserta didik dapat mengetahui, kapan mengakhiri suatu
modul.
5.
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur
pencapaian tujuan belajar peserta didik .
Dari beberapa penjelasan di atas
bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan sistem modul akan mempercepat
proses belajar mengajar sekaligus mengarahkan peserta didik pada pencapaian
pembelajaran. Sistem modul ini juga memiliki mekanisme yang jelas dan disajikan
secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui apa yang
dia pelajari, karena prosesnya dilaksanakan secara individual.
b. Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar
Dalam KBK guru tidak lagi menjadi peran utama dalam
proses pembelajaran karena pembelajaran dapat menggunakan aneka ragam sumber
belajar seperti: manusia, bahan belajar (buku) dan lingkungan.
c. Pengalaman Lapangan
KBK lebih menekankan pada pengalaman lapangan untuk
mengakrabkan hubungan antara guru dengan peserta didik yang yang akan
meningkatkan pengetahuan, pemahaman yang lebih leluasa bagi guru dan peserta
didik.
d. Strategi Belajar Individual Personal
Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo
belajar peserta didik sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif
dalam rangka mengembangkan strategi individual personal mengembangkan program
KBK melibatkan ahli terutama ahli psikologi.
e. Kemudahan Belajar
Kemudahan dalam KBK diberikan melalui kombinasi antara
pembelajaran individual personal dengan pengalaman dan pembelajaran secara tim.
f. Belajar Tuntas
Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang
dapat dilaksanakan dalam kelas dengan asumsi, bahwa di dalam kondisi yang tepat
semua peserta dengan baik dan memperoleh hasil belajar maksimal[6].
Dari uaraian di atas, bahwa sistem
pembelajaran dalam KBK jika dilihat karakteristik khusus dalam KBK bahwa sistem
pembelajaran dalam KBK sangatlah praktis untuk pengembangan peserta didik,
dalam arti dengan sistem ini sifatnya universal yang telah mencakup secara
keseluruhan kgiatan pembelajaran yang menjadi kebutuhan pokok peserta didik.
Secara jelas, peranan guru dalam sistem penyajian modul hanya merupakan sumber
tambahan dan pembimbing yang membimbing peserta didik, namun tidak menutup kemungkinan
peserta didik membutuhkan arahan dan pembinaan guru secara intensif, dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan profesional.
C.
Tingkat
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pengembangan KBK seperti
pengembangan kurikulum pada umumnya terdiri dari beberapa tingkat, yaitu
tingkat nasional, tingkat lembaga, tingkat bidang studi dan tingkat satuan
bahasan (modul)[7].
1.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional
Pada tingkat ini pengembangan
kurikulum dibahas dalam lingkup nasional, meliputi jalur pendidikan
sekolah dan luar sekolah dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan
nasional. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah melalui kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan.
Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan pembelajaran yang tidak harus
berjenjang dan berkesinambungan, termasuk pendidikan keluarga. Dalam
kaitannya dengan KBK, pengembangan kurikulum tingtkat nasional dilakukan dalam
rangka mengembangkan standar kompetensi untuk masing-masing jenjang dan jenis
pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah.
2.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Lembaga
Pada tingkat ini dibahas
pengembangan kurikulum untuk setiap jenis lembaga pendidikan pada berbagai
satuan dan jenjang pendidikan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara
lain ;
a.
Mengembangkan kompetensi lulusan, dan merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan pada berbagai jenis lembaga pendidikan.
b.
Mengembangkan bidang studi-bidang studi yang akan
diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut.
c.
Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga
kependidikan (guru dan non-guru) sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan.
d.
Mengidentifikasi fasilitas pembelajaran yang
diperlukan untuk member kemudahan belajar.
3.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Bidang Studi (Penyusunan Silabus)
Pada tingkat ini dilakukan
pengembangan silabus untuk bidang studi berbagai jenis lembaga pendidikan. Kegiatan
yang dilakukan diantaranya adalah:
a.
Mengidentifikasi dan menentukan jenis-jenis kompetensi
dan tujuan setiap bidang studi
b.
Mengembangkan kompetensi dan pokok-pokok bahasan,
serta mengelompokannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemempuan
(keterampilan), nilai, dan sikap
c.
Mendiskripsikan kompetensi serta mengelompokannya
sesuai dengan skope dan sekuensi.
d.
Mengembangkan indikator untuk setiap kompetensi serta
kriteria pencapaian
Penyusunan silabus mengacu pada KBK
dan perangkat komponen-komponennya yang disusun oleh pusat kurikulum, badan
penelitian dan pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional. Sekolah yang
mempunyai kemampuan mandiri dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhannya setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan` setempat
(provinsi, kabupaten/kota).
Penyusunan silabus dapat dilakukan
dengan melibatkan para ahli atau instansi yang relefan di daerah setempat
seperti tokoh masyarakat, instansi pemerintah, instansi swasta termasuk
perusahaan dan industry, atau perguruan tinggi. Bantuan dan bimbingan teknis
untuk penyusunan silabus sepanjang diperlukan dapat diberikan oleh pusat
kurikulum.
4.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Bahasan (modul)
Berdasarkan kompetensi-kompetensi
yang telah diidentifikasi dan diurutkan sesuai dengan tingkat pencapaiannya
pada setiap bidang studi, selanjutnya dikembangkan program-program
pembelajaran. Dalam KBK program pembelajaran yang dikembangkan adalah modul,
sehingga kegiatan pengembangan kurikulum pada tingkat ini adalah menyusun dan
mengembangkan paket-paket modul.
D.
Pendekatan
Dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolok atau
sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan
merujuk kepada pandangan tentang terjadinya sesuatu proses yang sifatnya masih
sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada
titik tolok atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum merefleksikan
pandangan seseorang terhadap sekolah dan masyarakat. Para pendidik pada umumnya
tidak berpegang pada salah satu pendekatan secara murni, tetapi menganut
beberapa pendekatan yang sesuai. Pendekatan dalam pengembangan kurikulum
mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa berarti penyusunan kurikulum
baru (curriculum construction), bisa
juga penyempurnaan terhadap kurikulum yang sedang berlaku (curriculum improvement).[8] Jadi, pendekatan dalam kurikulum adalah asumsi atau
pandangan mengenai hal ihwal pembelajaran. Meliputi perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, seperangkat mata pelajaran,
atau yang lebih meluasnya lagi seluruh kegiatan dalam sebuah pembelajaran baik
formal maupun non formal.
Dalam hal
ini, Syaodih mengemukakan pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan sistem
pengelolaan dan berdasarkan fokus sasaran.
1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Sistem
Pengelolaan
Dilihat dari
pengelolaanya pengembangan kurikulum dibedakan antara system pengelolaan yang
terpusat (sentralisasi) dan tersebar (desentralisasi). Dengan adanya kebijakan
otonomi daerah maka pengelolaan kurikulum tidak lagi sentralisasi tetapi
desentralisasi sehingga pengembangan kurikulum lebih berbasis daerah atau.
kewilayahan. Model kurikulumnya akan beragam sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
isi program pendidikan.
2. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Fokus
Sasaran
Berdasarkan fokus sasaran, pengembangan kurikulum
dibedakan antara pendekatan yang mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan yang
menekankan pada isi atau materi, penguasaan kemampuan standar yang menekankan pada
penguasaan kemampuan potensial yang dimiliki peserta didik sesuai dengan
tahap-tahap perkembangannya, penguasaan kompetensi yang menekankan pada
pemahaman dan kompetensi tertentu disekolah, pembentukan pribadi yang
menekankan pada pengembangan atau pembentukan aspek-aspek kepribadian secara
utuh, baik pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap, dan penguasaan
kemampuan memecahkan masalah sosial kemasyarakatan yang menekankan pada
pengembangan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang ada dimasyarakat.
3. Pendekatan Kompetensi
Pendekatan
kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang menfokuskan pada
penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta
didik. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari
seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan
sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan. Setiap
tahap perkembangan memiliki sejumlah potensi bawaan yang dapat dikembangkan,
tetapi pemekarannya sangat tergantung pada kesempatan yang ada dan kondisi
lingkungannya. Pendidikan merupakan lingkungan utama yang memberikan kesempatan
dan dukungan bagi perkembangan potensi-potensi peserta didik.
Setiap
peserta didik memiliki potensi bawaan sendiri-sendiri, meskipun aspek-aspek
perkembangannya sama tetapi tingkatannya berbeda-beda. Seorang peserta didik
memiliki kemampuan berpikir matematis yang tinggi, tetapi peserta didik lain
berpikir ekonomi, politik, keruangan, keterampilan sosial, atau komunikasi yang
tinggi. Guru-guru diharapkan dapat mengenali dan memahami potensi-potensi,
terutama potensi-potensi tinggi yang dimiliki peserta didiknya. Dengan bekal
pemahaman tersebut, mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan
potensi-potensi peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal.
4. Keterkaitan KBK dengan Pendekatan Lain
Keterkaitan kurikulum berbasis
kompetensi dengan pendekatan kemampuan standar, adalah bahwa keduanya sama-sama
menekankan pada kemampuan, hanya berbeda jenis kemampuannya. Dalam pendekatan
kompetensi, kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang dikembangkan
adalah kemampuan yang mengarah pada pekerjaan, sedangkan dalam pendekatan
kemampuan standar pada kemampuan umum. Pendekatan kemampuan standar dapat dipandang
sebagai bagian dari pendekatan kompetensi, atau sebaliknya pendekatan kemampuan
standar mencakup kompetensi umum dan kompetensi pekerjaan.
Kurikulum berbasi kompetensi terkait
dengan pendekatan pengembangan pribadi, karena standar kompetensi yang dikembangkan
berkenaan dengan pribadi peserta didik, seperti kompetensi intelektual, sosial
dan komunikasi, penguasaan nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan. Bedanya,
dalam kurikulum berbasis kompetensi lebih difokuskan pada kompetensi potensial
yang ensesial, sedang pengembangan pribadi lebih menekankan keutuhan
perkembangan kemampuan-kemampuan tersebut.
Kurikulum berbasis kompetensi
terkait dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena kompetensi yang
dikembangkan, seperti kompetensi intelektual, dan sosial berkaitan dengan
bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti IPA, IPS, Matematika, Bahasa, Olahraga,
keterampilan, dan kesenian. Perbedaannya, kurikulum berbasis kompetensi lebih
menekankan pada kemampuan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan.
Di sisi lain, pendekatan ilmu pengetahuan lebih menekankan pada hasil belajar,
namun tidak mengabaikan kompetensi dari pengetahuan tersebut.
Kurikulum
berbasis kompetensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung
jawab.
Kurikulum
berbasis kompetensi memfokuskan pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh
peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga
pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk prilaku atau keterampilan peserta
didik sebagai sesuatu kriteria keberhasilan.
Kurikulum
berbasis kompetensi juga menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk
melakukan kerjasama dalam rangkaian meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam
hubungannya dengan pembelajaran memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses
belajar. Kay (1977) dalam Mulyasa, mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis
kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh
kesadaran “mengapa” dan “bagaimana” jadi perbuatan tersebut dilakukan”.[9]
Depdiknas
(2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1.
Menekankan
pada ketercapaian kompetensi pesertadidik baik secara individual maupun
klasikal
2.
Berorientasi
pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
3.
Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
4.
Sumber
belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif
5.
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan
sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung
jawab.
KBK memfokuskan pada perolehan
kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum
ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang
dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat dinikmati dalam bentuk
perilaku atau ketrampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan.
Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membentuk peserta didik menguasai
sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan
pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai
suatu tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
KBK menurut guru
yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak
dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun
dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.
Kurikulum adalah subsistem dalam
dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari proses dinamika yang terjadi
dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi,
Kurikulum Berbasis Kompentensi adalah kurikulum yang secara dominan menekankan
pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam setiap mata pelajaran pada
setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran dari
dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi
yang dituntut terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1.
Kompetensi tamatan yaitu, kompetensi minimal yang
harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan sesuatu jenjang paendidikan tertentu.
2.
Kompetensi mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal
yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan mata pelajaran tertentu.
3.
Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus
dicapai oleh siswa dalam setiap bahasan atau materi tertentu dalam satu bidang
tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi
merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai framework, yaitu:
1.
Kurikulum dan hasil belajar. Memuat perencanaan
pembangunan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan
sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat hasil belajar, indikator, dan
materi.
2.
Penilaian berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan
pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsistensebagai
akuntabilitas public melalui identifikasi kompetensi dari indikator belajar
yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
3.
Kegiatan belajar mengajar. Memuat gagasan pokok
tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan
serta gagasan pedagogis dan adragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak
mekanistik.
4.
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Memuat
berbagai pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan sumber daya lain untuk
meningkatkan mutu hasil belajar, pola ini dilengkapi dengan gagasan pembentukan
kurrikulum (curriculum council), pengambangan perangkat kurikulum.[10]
E.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Sesuai dengan kondisi negara,
kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang
berlangsungdewasa ini, maka dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:[11]
1.
Keimanan,
nilai, dan budi pekerti luhur
Keyakinan dan nilai-nilai yang
dianut masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannya. Keimanan,
nilai-nilai dan budi pekerti luhur perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh
peserta didik melalui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
2. Penguatan
Integritas Sosial
Penguatan integritas nasional
dicapai melalui pendidikan yang memberikan pemahaman tentang masyarakat
Indonesia yang majemuk dan kemajuan peradaban bangsa Indonesia dalam tatanan
peradaban dunia yang multikultural dan multibahasa.
3. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika dan Kinestika
Pengembangan KBK perlu memperhatikan
keseimbangan pengalaman belajar peserta didik yang meliputi etika, logika,
estetika dan kinestika untuk mencapai satu hasil belajar yang maksimal.
4. Kesamaan Memperoleh Kesempatan
Harus menyediakan tempat yang
memberdayakan semua peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap sangat diutamakan seluruh peserta didik dari berbagai kelompok
seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial yang
memerlukan bantuan khusus, berbakat dan unggul berhak menerima pendidikan yang
tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
5. Abad Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Kurikulum perlu mengembangkan kemampuan
berpikir dan belajar dengan mengakses, memilik dan menilai pengetahuan untuk
mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian yang merupakan
kompetensi penting dalam menghadapi abad ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi.
6. Pengembangan
Keterampilan Hidup
Kurikulum perlu memasukkan unsure
keterampilan hidup agar peserta didik memiliki ketrampilan, sikap dan prilaku
adaptasi, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan
kehidupan sehari-hari secara efektif. Kurikulum juga perlu mengintegrasikan
unsure-unsur penting yang menunjang kemampuan untuk bertahan hidup.
7. Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan berlangsung sepanjang
hidup manusia untuk mengembangkan, menambah kesadaran dan selalu belajar
memahami dunia yang selalu berubah dalam bebagai bidang. Oleh karena itu,
pengambangan kurikulum berbasis kompetensi perlu memperhatikan kemampuan
belajar sepanjang hayat yang dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan
nonformal, serta pendidikan alternative yang diselenggarakan baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat.
Prinsip belajar sepanjang hayat ini
merupakan ajaran islam yang penting. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
اطلبواالعلم من المهد الى اللحد (رواه ابن عبد البر)
Artinya: "Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke
liang lahat (mulai dari lahir sampai mati).
8. Berpusat Pada Anak Dengan Penilaian yang Berkelanjutan
dan Komprehensif
Upaya memandirikan peserta didik
untuk belajar, bekerjasama dan menilai diri sendiri sangat perlu diutamakan
agar peserta didik mampu membangun pemahaman dari pengetahuannya. Penilaian
berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian
upaya tersebut.
9. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan
Semua pengalaman belajar dirancang
secara berkesinambungan mulai dari TK dan RA sampai dengan kelas XII.
Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus
pada kebutuhan peserta didik yang bervariasi dan mengintegrasikan berbagai
disiplin ilmu. Keberhasilan pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung
jawab bersama dari peserta didik, guru, sekolah, orang tua, perguruan tinggi,
dunia usaha dan masyarakat dalam perencanaan dan tanggung jawab bersama untuk
mencapai hasil belajar siswa.
F.
Pengembangan
Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Silabus adalah bentuk
operasionalisasi kompetensi dan materi pembelajaran. Silabus merupakan
pedoman bagi guru untuk mengelola kegiatan pembelajaran. SiLabus merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas, dan penilaian
hasil belajar.
Secara umum silabus dapat diartikan sebagai garis besar, ringkasan,
ikhtisar, pokok-pokok isi atau materi pembelajaran.
Istilah silabus dapat diartikan
sebagai rancangan program pembelajaran satu atau kelompok mata pelajaran yang
berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh
siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara untuk
mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. Dengan demikian,
silabus dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran setiap kali melaksanakan pembelajaran.
Dalam penyusunan silabus perlu memperhatikan
langkah-langkah berikut :
- memahami keseluruhan konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan telaah tentang kerangka inti KBK berserta komponenkomponennya.
- menentukan kompetensi dan materi pelajaran dengan menggunakan perangkat Kurikulum dan Hasil Belajar yang memuat 3 komponen utama, yaitu: kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator hasil belajar.
- menentukan cara atau metode pembelajaran dengan mengacu pada perangkat Kegiatan Belajar Mengajar yang mendeskripsikan model-model pembelajaran.
- menentukan cara dan alat penilaian menggunakan perangkat Penilaian Berbasis Kelas yang menyajikan dan mendeskripsikan tentang sistem penilaian yang sesuai dengan misi KBK.
Kesesuaian silabus yang akan disusun
ditetapkan oleh tim pengembang dengan memperhatikan desain, pendekatan, ruang
lingkup, organisasi materi, organisasi pengalaman belajar, dan alokasi waktu
yang sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi dan komponennya.
Penilaian pelaksanaan silabus perlu
dilakukan secara berkala dengan menggunakan model-model penilaian kurikulum.
Penilaian terhadap silabus dimaksudkan untuk menggali kekuatan dan kelemahan
silabus tersebut, baik dari kelayakan dokumen maupun implementasinya.
Kerangka dasar kurikulum berbasis
kompetensi merupakan suatu format yang menetapkan penyusunan silabus dilakukan
pada tingkat sekolah atau daerah, kompetensi dan hasil belajar yang dapat
dicapai siswa dalam setiap tingkatan, kegiatan belajar mengajar yang menjamin
pengalaman siswa untuk secara langsung mengalami dan memperoleh proses, produk,
kompetensi dan nilai yang diharapkan serta penilaian yang lebih otentik, akurat
dan berkelanjutan.
1.
Langkah-Langkah
Pengembangan Silabus Dan Sistem Penilaian
Langkah-langkah dalam penyusunan silabus dan sistem penilaian meliputi
tahap-tahap: identifikasi mata pelajaran; perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; penentuan materi pokok;
pemilihan pengalaman belajar; penentuan indikator; penilaian, yang meliputi
jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen; perkiraan waktu yang
dibutuhkan, dan pemilihan sumber/ bahan/alat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian berikut ini :
a. Identifikasi.
Pada setiap silabus perlu identifikasi yang meliputi identitas sekolah,
identitas mata pelajaran, kelas/program, dan semester.
b.
Pengurutan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Kewarganegaraan
dirumuskan berdasarkan struktur keilmuan Kewarganegaraan dan tuntutan
kompetensi lulusan. Selanjutnya standar kompetensi dan kompetensi dasar
diurutkan dan disebarkan secara sistematis. Sesuai dengan kewenangannya,
Depdiknas telah merumuskan standar kompetensi
dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.
c. Penentuan Materi Pokok
dan Uraian Materi Pokok.
Materi pokok dan uraian materi pokok adalah butir-butir bahan pelajaran
yang dibutuhkan siswa untuk mencapai suatu kompetensi dasar. Pengurutan materi
pokok dapat menggunakan pendekatan prosedural, hirarkis, konkret ke abstrak,
atau sebaliknya abstrak ke konkret, dan
pendekatan tematik.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pokok dan uraian
materi pokok adalah: a) prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara
materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai; b) prinsip
konsistensi, yaitu adanya keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar
dan standar kompetensi; dan c) prinsip adekuasi, yaitu adanya kecukupan materi
pelajaran yang diberikan untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Materi pokok inipun telah ditentukan oleh Depdiknas.
d. Pemilihan Pengalaman Belajar.
Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui pemilihan
strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman
belajar. Pengalaman belajar merupakan kegiatan fisik maupun mental yang
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar
dilakukan oleh siswa untuk menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Baik pembelajaran tatap muka maupun pengalaman belajar, dapat dilakukan di
dalam maupun di luar kelas. Untuk itu, pembelajarannya dilakukan dengan metode
yang bervariasi.
Selanjutnya, pengalaman belajar hendaknya memuat kecakapan hidup (life
skills) yang harus dimiliki oleh siswa. Kecakapan hidup merupakan kecakapan
yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan
dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif
mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya secara meaningful
learning.
Secara teoritikal, pembelajaran kecakapan hidup tidak dikemas dalam bentuk mata
pelajaran baru, tidak dikemas dalam materi tambahan yang disisipkan dalam mata
pelajaran, tidak memerlukan tambahan alokasi waktu dalam pembelajaran di kelas,
tidak memerlukan jenis buku baru, tidak memerlukan tambahan guru baru, dan
dapat diterapkan dengan menggunakan kurikulum apapun. Pembelajaran kecakapan
hidup memerlukan reorientasi dari subject-mater oriented menjadi life-skill
oriented.
Secara umum ada dua macam life skill, yaitu general life skills
(GLS) dan spesific life skill (SLS). General life skill dibagi menjadi dua, yaitu ; 1)personal
skill (kecakapan personal) dan 2)social skill (kecakapan
sosial). Kecakapan personal terdiri dari
dua bagian yaitu a)self-awareness skill (kecakapan
mengenal diri) dan b)thinking skill (kecakapan
berpikir). Spesific life skill juga dibagi menjadi dua bagian yaitu ; a)academic skill (kecakapan
akademik) dan b)vocational skill (kecakapan vokasional/kejuruan).
Kecakapan-kecakapan hidup di
atas dapat dirinci dalam 5 (lima) bagian sebagai berikut;
1.
Kecakapan
mengenal diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan, kesadaran akan
eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri.
2.
Kecakapan
berpikir meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil
keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah.
3.
Kecakapan
sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan kecakapan
bekerjasama.
4.
Kecakapan
akademik meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan variabel,
merumuskan hipotesis, dan kecakapan melaksanakan penelitian.
5.
Kecakapan
vokasional sering disebut juga sebagai kecakapan kejuruan. Kecakapan ini
terkait dengan bidang pekerjaan tertentu.
Dalam memilih pengalaman belajar perlu
dipertimbangkan kecakapan hidup apa yang akan dikembangkan pada setiap kompetensi
dasar. Untuk itu diperlukan analisis kecakapan hidup setiap kompetensi dasar.
e. Penjabaran
Kompetensi Dasar Menjadi Indikator.
Indikator
merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk
mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran. Indikator dirumuskan dengan kata
kerja operasional yang bisa diukur dan dibuat instrumen penilaiannya. Seperti
halnya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagian dari indikator telah
pula ditentukan oleh Depdiknas.
f. Penjabaran
Indikator ke dalam Instrumen Penilaian.
Indikator dijabarkan lebih lanjut ke dalam
instrumen penilaian yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh
instrumen. Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi 3 (tiga) instrumen
penilaian yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.
Jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain
adalah sebagai berikut :[12]
1) Kuis.
Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya
dilakukan sebelum pelajaran dimulai, kurang lebih 5 -10 menit. Kuis dilakukan
untuk mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa. Tingkat berpikir yang
terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman.
2) Pertanyaan Lisan.
Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teori.
Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman.
3) Ulangan Harian.
Ulangan harian dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu atau dua
kompetensi dasar. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman,
aplikasi, dan analisis.
4) Ulangan Blok.
Ulangan Blok adalah ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa
kompetensi dasar dalam satu waktu. Tingkat berpikir yang terlibat mulai dari
pemahaman sampai dengan evaluasi.
5) Tugas Individual.
Tugas individual dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk
pembuatan klipping, makalah, dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang
terlibat sebaiknya aplikasi, analisis, sampai sintesis, dan evaluasi.
6) Tugas Kelompok. Tugas kelompok digunakan untuk menilai
kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah
uraian bebas dengan tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
7) Responsi atau Ujian Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran
yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi bisa dilakukan di awal praktik
atau setelah melakukan praktik. Ujian yang dilakukan sebelum praktik bertujuan
untuk mengetahui kesiapan peserta didik melakukan praktik di laboratorium atau tempat lain,
sedangkan ujian yang dilakukan setelah praktik, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktik yang telah dicapai
peserta didik dan yang belum.
8) Laporan
Kerja Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang
ada kegiatan praktikumnya. Peserta
didik bisa diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya.
Bentuk instrumen dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes dan nontes.
Bentuk instrumen tes meliputi: pilihan ganda, uraian obyektif, uraian
non-obyektif, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja
(performans) dan portofolio, sedangkan bentuk instrumen nontes meliputi:
wawancara, inventori, dan pengamatan. Para guru diharapkan menggunakan instrumen
yang bervariasi agar diperoleh data tentang pencapaian belajar siswa yang
akurat dalam semua ranah.
Beberapa bentuk instrumen tes yang dapat digunakan, antara lain:
1) Pilihan Ganda. Bentuk ini bisa mencakup banyak materi
pelajaran, penskorannya obyektif, dan bisa dikoreksi dengan mudah. Tingkat
berpikir yang terlibat bisa dari tingkat pengetahuan sampai tingkat sintesis
dan analisis.
2) Uraian Obyektif. Jawaban uraian obyektif sudah pasti. Agar hasil
penskorannya obyektif, diperlukan pedoman penskoran. Hasil penilaian terhadap
suatu lembar jawaban akan sama walaupun diperiksa oleh orang yang berbeda.
Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi.
3) Uraian Non-obyektif/Uraian Bebas. Uraian bebas dicirikan dengan adanya jawaban
yang bebas. Namun demikian, sebaiknya dibuatkan kriteria penskoran yang jelas
agar penilaiannya obyektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi.
4) Jawaban Singkat atau Isian Singkat.
Bentuk ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa.
Materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat berpikir yang diukur cenderung
rendah.
5) Menjodohkan. Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman
atas fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang
terlibat cenderung rendah.
6) Performans. Bentuk ini cocok untuk mengukur kompetensi
siswa dalam melakukan tugas tertentu, seperti demonstrasi pengambilan keputusan
secara voting (pemungutan suara) atau
perilaku yang lain.
7) Portofolio. Bentuk ini
cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja siswa, dengan menilai kumpulan
karya-karya dan tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa. Karya-karya ini dipilih
dan kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan siswa.
g.
Menentukan
Alokasi Waktu.
Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari suatu materi
pelajaran. Untuk menentukan alokasi waktu, prinsip yang perlu diperhatikan
adalah tingkat kesukaran materi, cakupan materi, frekuensi penggunaan materi
baik di dalam maupun di luar kelas, serta tingkat pentingnya materi yang
dipelajari.
h.
Sumber/Bahan/Alat.
Istilah sumber yang digunakan di sini berarti
buku-buku rujukan, referensi atau literatur, baik untuk menyusun silabus maupun
mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan dan alat adalah bahan-bahan dan
alat-alat yang diperlukan dalam praktikum atau proses pembelajaran lainnya. Bahan dan alat dapat bervariasi sesuai dengan
karakteristik mata pelajarannya.
Contoh
Format: Kisi-kisi Silabus dan Sistem Penilaian
Mata pelajaran :
Kelas/Jurusan :
Semester :
Standar Kompetensi :
Kompe-tensi
Dasar
|
Materi Pokok
dan Uraian Materi Pokok
|
Pengalam-an
Belajar
|
Indi-kator
|
Penilaian
|
Alokasi
waktu
|
Sumber/
Bahan/ Alat
|
||
Jenis
Tagihan
|
Bentuk
Instrumen
|
Contoh
Instrumen
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Penjelasan:
1.
Kisi-kisi silabus dan sistem
penilaian di atas berbentuk kolom-kolom dari kiri ke kanan. Kolom 1 s/d 4 dan 2
kolom terakhir disebut silabus, sedangkan tiga kolom penilaian merupakan sistem
penilaian yang dikembangkan.
2.
Kolom pertama memuat
kompetensi dasar dan hasil belajar yang telah dirumuskan dalam kurikulum
3.
Kolom kedua memuat materi
pelajaran yang digunakan untuk mencapai kompetensi dasar dan hasil belajar
4.
Kolom ketiga memuat
alternatif pengalaman belajar siswa yang menurut pemikiran guru dapat dipakai
untuk mencapai penguasaan kompetensi dasar dan hasil belajar
5.
Kolom keempat memuat
indikator hasil belajar siswa.rumusan indikator harus lebih spesifik dari pada
rumusan kompetensi dasar maupun rumusan hasil belajar
6.
Kolom kelima tentukan jenis
tagihan yang sesuai untuk mengukur indikator atau hasil belajar
7.
Kolom keenam, tuliskan
bentuk tagihan yang digunakan
8.
Kolom ketujuh, tuliskan
contoh instrumen yang digunakan. Jika tidak mencukupi, maka contoh instrumen
dapat dibuat pada lembaran tersendiri (lampiran)
9.
Kolom kedelapan, tuliskan
alokasi waktu yang digunakan untuk masing-masing kompetensi dasar
10.
Kolom terakhir, tuliskan
sumber belajar, bahan dan alat belajar yang relevan digunakan dalam menentukan
materi ajar atau kepentingan kegiatan belajar siswa
BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
1. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat
diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi yang meliputi: pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik.
2. Kurikulum berbasis kompetensi memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a.
Menekankan
pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara individual maupun
klasikal
b.
Berorientasi
pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
c.
Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
d.
Sumber
belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif
e.
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
3. Upaya pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a)
Berorientasi
pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)
b)
Berbasis
pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
c)
Bertolak
dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
d)
Memperhatikan
prinsip pengembangan kurikulum yang berdifferensiasi
e)
Mengembangkan
aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta
f)
Menerapkan
prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)
g)
penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA
Choirul
Anam, 2009, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo:
Qisthos Digital Press.
Mulyasa,
2004, Kurikulum Bebasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi,
Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Neliwati,
2014, Diktat Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Medan
[1] Wawan junaidi, pengertian
kompetensi, http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kompetensi.html, diakses 03 juli 2014
[2] Aris Nurbawani, Pengertian
Kompetensi Dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, http://weblog-pendidikan.blogspot.com/2009/08/pengertian-kompetensi-dan-kurikulum.html, di akses 26 agustus 2009, jam
02.31
[3] Neliwati, S.Ag. M.Pd, 2014,
Diktat Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Medan, hlm 14
[4] Wikipedia, kurikulum berbasis
kompetensi, http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Berbasis_Kompetensi, diubah pada 22 agustus 2014,
jam 13.52
[5] Ibid, hlm 16
[6] Nursiyam Afifah, Pengertian
Kurikulm Berbasis Kompetensi, http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/2014/07/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi.html, diakses 1 juli 2014, jam 11:26
[7] Ibid, hlm 17
[8] Neliwati, S.Ag. M.Pd, hlm 19
[9] Mulyasa, 2004, Kurikulum Bebasis
Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya, hlm 23
[10] Drs. Choirul Anam, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009.
Hal 58
[11] Neliwati, S.Ag. M.Pd, hlm 23
[12] Hamid Darmadi, Pengembangan
Siabus dan Sistem Penilaian, http://hamiddarmadi.blogspot.com/2011/04/pengembangan-silabus-dan-sistem.html, diakses 18 April 2011, jam
09.22