Jumat, 19 Juli 2013

Defenisi Filsafat Menurut Para Ahli

BAB I
PENDAHULUAN

 Manusia memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia tersebut disebut pengetahuan. Pengetahuan dibedakan menjadi 4 (empat) ,yaitu pengetahuan indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, pengetahuan agama. Istilah “pengetahuan” (knowledge) tidak sama dengan “ilmu pengetahuan”(science).Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta ilmu juga bersifat universal.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan dunia yang Kita sebut sebut "filosofis" dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsepsi-konsepsi religius dan etis warisan; kedua, semacam penelitian yang biasa disebut "ilmiah" dalam pengertian yang luas. Kedua faktor ini mempengaruhi sistem-sistem yang dibuat oleh para filosof secara perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tetapi kedua faktor inilah yang  sampai batas-batas tertentu, mencirikan filsafat. Filsafat, sebagaimana yang disampaikan Bertrand Russell, adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Defenisi Filsafat Menurut Para Ahli

Istilah Filsafat berasal dari bahsasa Yunani “ Philosofi ” dan  dalam perkembangan  berikutnya dikenal di dalam bahasa lain yaitu, Philosofie (Jerman, Belanda, dan Prancis), Philosofhy (Inggris), Philosophia (Latin), dan Falsafah (Arab).[1]
Namun arti kata diatas belum menghasilkan pengertian yang hakiki (sebenarnya) dari kata fisafat. Aktifitas budi yang dilakukan oleh para filsuf yang berupa Philosopein, memiliki 2 unsur pokok, yaitu ; pertama, Philen dan Sophos, kedua Philos dan Sophia. Philen artinya mencintai, Sophos artinya, bijaksana. Sedangkan secara istilah Philosophia  artinya mencintai  berusaha untuk memilikinya.
Dan dari kata inilah kata “mencintai “ belum menunjukkan atau memperlihatkan keaktifan dari seorang filosof untuk memperoleh kearifan atau kebijaksanaan tersebut. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timur (Tiongkok atau India), seseorang dari filosof apabila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata “ mencintai” tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.


Menurut Para Ahli/Filsuf Secara Terminologi

1.      Plato (427SM-347SM)
Seorang Filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan; Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).[2]
           

2.      Aristoteles (384SM-322SM)
Mengatakan ; Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelelidiki sebab dan asas segala benda).

3.      Marcus Tullius Cicero (106SM-43SM)
Seorang politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan bahwa; Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang Maha Agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.

4.      Al-Farabi (W. 950M)
Seorang Filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Shina, mengatakan; Filsafat adalah Ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.

5.      Immanual Kant (1724 1804SM)
Ia sering disebut raksasa piring Barat, mengatakan bahwa; Filsafat itu ilmu pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu:
Ø  Apakah yang dapat diketahui? (dijawab oleh Metafisika)
Ø  Apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh Etika)
Ø  Sampai dimanakah Pengharapan kita? (dijawab oleh Agama)
Ø  Apa itu manusia? (dijawab oleh Antropologi)

6.      Prof. Dr. Fuad Hasan (Guru Besar Psikologi UI)
Beliau menyimpulkan bahwa; Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan  yang radikal itu Filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.


7.      Drs. H. Hasbullah Bakry
Beliau  merumuskan ; Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauhnya yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu sehaurusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

8.      Rene Descartes
Menurut Rene Descartes, Fisafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.

9.      Francis Bacon
Menurut Francis Bacon, Flisafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan dari bidangnya.

10.  Jhon Dewey
Sebagai tokoh Pragmatis, Jhon Dewey berpendapat bahwa filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengukapan mengenai perjuangan manusia secara terus-menerus dalam upaya melakukan penyesuaian  berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecendrungan-kecendrungan ilmiah dan cit-cita politik yang baru dan yang tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Tegasnya, filsafat sebagai suatu alat untuk membuat penyesuaian-penyesuaian diantara yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan.

11.  Epicuros
Epicuros memandang fisafat sebagai jalan mencari kepuasan dan kesenangan dalam hidup. Ia beguna buat praktek hidup didunia. Filsafat membentukpandangan dunia dan sikap hidup. Dengan terjawabnya masalah-masalah yang rumit (yang menggelisahkan filosof), puaslah dia. Pengertian sempit membawa orang sempit berfikir. Filsafat membawa kepada berfikir luas dan dalam sehingga menimbulkan kepuasan.[3]


12.  Leibniz
Leibniz membandingkan filsafat dengan akar suatu pohon, maka dahan-dahan pohon itu terjadi dari ilmu yang lain satu demi satu. Dahan tumbuh dan diberi makan oleh akar. Tanpa akar dahan itu akan layu  dan akan mati. Demikian perbandingan antara filsafat dan ilmu.


13.  Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Fickte menyebutkan fisafat sebagai Wissenchaftslehre : ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang jadi dasar segala ilmu.

14.  Herbert
Herbert berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah mengerjakan pengertian-pengertian yang dipakai ilmu-ilmu yang lain.

15.  Paul Nartrop (1854 – 1924 )
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

16.  Windelband
Windelband mengatakan sifat filsafat: merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang suatu keadaan atau hal yang nyata

17.  Al-Kindi
Al-Kindi sebagai ahli fikir pertama dalam filsafat islam yang memberikan pengertian filsafat dikalangan umat Islam, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan
Ø  Ilmu fisika (ilm-at-thibiyyat), merupakan tingkatan terendah.
Ø  Ilmu matematika (ilm-ar-riyadhi), merupakan tingkatan tengah.
Ø  Ilmu ketuhanan (ilm-ar-rububiyyah), merupakan tingkatan tettinggi.



18.  Ibnu Sina
Ibnu sina juga membagi filsafat dalam teori dan praktek. Kedua itu dihubungkannya dengan agama. Dasarnya terdapat dalam syariat Tuhan, yang menjelaskan dan kelengkapannya didapatkan dengan tenaga akal manusia.


A.    Filsafat Beberapa Tokoh

·         Aristoteles

Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis.  Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir  deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis).
Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
§  Sokrates adalah manusia (premis minor)
§  maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki  Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku poitike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material.  Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. [4]

·         Plato
Filosof Yunani kuno Plato tak pelak lagi cikal bakal filosof politik Barat dan sekaligus dedengkot pemikiran etika dan metafisika mereka. Pendapat-pendapatnya di bidang ini sudah terbaca luas lebih dari 2300 tahun. Tak diragukan lagi, Plato berkedudukan bagai bapak moyangnya pemikir Barat.
Plato dilahirkan dari kalangan famili Athena kenamaan sekitar tahun 427 SM. Di masa remaja dia berkenalan dengan filosof kesohor Socrates yang jadi guru sekaligus sahabatnya. Tahun 399 SM, tatkala Socrates berumur tujuh puluh tahun, dia diseret ke pengadilan dengan tuduhan tak berdasar berbuat brengsek dan merusak akhlak angkatan muda Athena. Socrates dikutuk, dihukum mati. Pelaksanaan hukum mati Socrates, yang disebut Plato "orang terbijaksana, terjujur, terbaik dari semua manusia yang saya pernah kenal"-- membikin Plato benci kepada pemerintahan demokratis.
Tak lama sesudah Socrates mati, Plato pergi meninggalkan Athena dan selama sepuluh-duabelas tahun mengembara ke mana kaki membawa.
Sekitar tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun. Plato menghabiskan sisa umurnya yang empat puluh tahun di Athena, mengajar dan menulis ihwal filsafat. Muridnya yang masyhur, Aristoteles, yang jadi murid akademi di umur tujuh belas tahun sedangkan Plato waktu itu sudah menginjak umur enam puluh tahun. Plato tutup mata pada usia tujuh puluh.
Plato menulis tak kurang dari tiga puluh enam buku, kebanyakan menyangkut masalah politik dan etika selain metafisika dan teologi. Tentu saja mustahil mengikhtisarkan isi semua buku itu hanya dalam beberapa kalimat. Tetapi, dengan risiko menyederhanakan pikiran-pikirannya, saya mau coba juga meringkas pokok-pokok gagasan politiknya.yang dipaparkan dalam buku yang kesohor, Republik, yang mewakili pikiran-pikirannya tentang bentuk masyarakat yang menurutnya ideal.
Bentuk terbaik dari suatu pemerintahan, usul Plato, adalah pemerintahan yang dipegang oleh kaum aristokrat. Yang dimaksud aristokrat di sini bukannya aristokrat yang diukur dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang digerakkan oleh putera terbaik dan terbijak dalam negeri itu. Orang-orang ini mesti dipilih bukan lewat pungutan suara penduduk melainkan lewat proses keputusan bersama. Orang-orang yang sudah jadi anggota penguasa atau disebut "guardian" harus menambah orang-orang yang sederajat semata-mata atas dasar pertimbangan kualitas.
Plato percaya bahwa bagi semua orang, entah dia lelaki atau perempuan, mesti disediakan kesempatan memperlihatkan kebolehannya selaku anggota "guardian". Plato merupakan filosof utama yang pertama, dan dalam jangka waktu lama nyatanya memang cuma dia, yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang kelamin. Untuk membuktikan persamaan pemberian kesempatannya, Plato menganjurkan agar pertumbuhan dan pendidikan anak-anak dikelola oleh negara. Anak-anak pertama-tama kudu memperoleh latihan fisik yang menyeluruh, tetapi segi musik, matematika dan lain-lain disiplin akademi tidak boleh diabaikan. Pada beberapa tahap, ujian ekstensif harus diadakan. Mereka yang kurang maju harus diaalurkan untuk ikut serta terlibat dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan orang-orang yang maju harus terus melanjutkan dan menerima gemblengan latihan. Penambahan pendidikan ini harus termasuk bukan cuma pada mata pelajaran akademi biasa, tetapi juga mendalami filosofi yang oleh Plato dimaksud menelaah doktrin bentuk ideal faham metafisikanya.[5]

·         Al-Farabi

Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf islam yang berasal dari Farab, Kazakhtan
Ia juga dikenal dengan nama lain Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.[6]
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa yunani ia mengenal para filsuf  Yunani;Plato, Aristoteles dan platinus dengan baik.  Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika,filosofipengobatan, bahkan musik.  Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab Al-musiqo.Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. 
Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.
Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla dan di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah.[7] Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) dimana periode tersebut dianggap sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik. 
Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah negara pemerintahan yang ideal (Negara Utama).[8]
Metafisika Al-Farabi
Dalam pembuktian adanya Tuhan, Al-Farabi mengemukakan dalil wajib al-wujud, dan mukmin al-wujud, menurutnya segala yang ada hanya dua kemungkinan tersebut tidak ada yang lain . [9]

·         Ibnu Khaldun

Ibn Khaldun, nama ini begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat.
 Ia adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab seperti yang tertuang dalam buku fenomenalnya “muqaddimah” dianggap sebagai bibit dari kelahiran Ilmu Sosiologi. Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan Filsafat Sejarah seperti yang ada sekarang. Kehidupannya yang malang melintang di Tunisia (Afrika) dan Andalusia, serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya tentang Politik serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu Pengetahuan.
Dalam mengajarkan tentang masyarakat dan sosiologi, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi sejarah. Menjelang kematiannya tahun 1400, Ibnu Khaldun telah menghasilkan sekumpulan karya yang mengandung berbagai pemikiran yang mirip dengan sosiologi zaman sekarang.
Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris, dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara lembaga sosial itu. Ia juga tertarik untuk melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitif dan masyarakat modern. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana muslim khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai sejarawan yang mempunyai signifikansi historis.[10]

Pola pikir Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun benar-benar dapat dianggap Machiavelly versi islam. Baik Ibn Khaldun maupun Machiavelly membedakan dirinya dari sarjana-sarjana sejaman mereka dengan menghadapi peristiwa sosial sebagai kerangka acuan yang benar-benar realistis. Perbedaan keduanya ialah bahwa Machiavelly menolak Ideolisme dan menerima realism, sedangkan Ibn Khaldun menganggap kedua-duannya sama penting. Bagi Khaldun apa yang harus harus terjadi sama sebenarnya dengan apa yang ada, namun keduanya harus ditempatkan pada tempatnya tersendiri dan dijaga dari percampuradaukan oleh bidang lain.[11]







 BAB III
KESIMPULAN


Filasafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa – apa yang menarik perhatian manusia angapan ini diperkuat bahwa sejak abad ke 20 filsafat masih sibuk dengan masalah-masalah yang sama seperti yang sudah dipersoalkan 2.500 tahun yang lalu yang justru membuktikan bahwa filsafat tetap setia pada “metodenya sendiri”.Perbedaan filsafat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan, sedangkan filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan..Kesimpulan dari perbedaan tersebut adalah filsafat tersebut adalah ilmu tanpa batas karena memiliki syarat-syarat sesuai dengan ilmu.Filsafat juga bisa dipandang sebagai pandangan hidup manusia sehingga ada filsafat sebagai pandangan hidup atau disebut dengan istilah way of life, Weltanschauung, Wereldbeschouwing, Wereld-en levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah kegiatan (aktivitas) manusia dalam segala bidang kehidupanyadan filsafat juga sebagai ilmu dengan definisi seperti yang dijelaskan diatas.
Syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan yang menyeluruh dan universal, dan sebagai petunjuk arah kegiatan manusia dalam seluruh bidang kehidupannya.Penelahaan secara mendalam pada filsafat akan membuat filsafat memiliki tiga sifat yang pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif itu semua berarti bahwa filsafat melihat segala sesuatu persoalan dianalisis secara mendasar sampai keakar-akarnya.Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksif krisis dari filsafat.




DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono,S.H.,Drs,1993, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Amsal Bakhtiar,2010, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Granpindo Persada
Ibrahim Madkour,Dr., 1993 ,Filsafat Islam metode dan penerapan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak,1993, Estetika Filsafat Keindahan, Yogyakarta: Kanisius
Anwarudin Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam” , skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra         Universitas Indonesia.
H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Eduarny Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Adenan,2007, Filsafat Islam Klasik, Renaisance dan Modern,Medan: Duta Azhar
Fuad Badi dan Ali Wardi,1989, Ibnu Khaldun dan pola pemikiran islam,Jakarta: Pustaka Firdaus
http://plato-dialogues.org/papyrus.htm
Sumber : http://doktorpaisal.wordpress.com/2009/11/23/biografi-ibnu-khaldun//




[1] Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,(Jakarta: Rineka Cipta, 1993) h. 10
[2]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Granpindo Persada,2010)
[3] Ibrahim Madkour, Filsafat Islam metode dan penerapan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993), h. 29
[4] Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak, Estetika Filsafat Keindahan (Yogyakarta: Kanisius, 1993).
[5] http://plato-dialogues.org/papyrus.htm
[6] Anwarudin Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam” , skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra         Universitas Indonesia.
[7] H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[8] Eduarny Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
[9] Adenan, Filsafat Islam Klasik, Renaisance dan Modern,(Medan: Duta Azhar, 2007), h. 85
[10] Sumber : http://doktorpaisal.wordpress.com/2009/11/23/biografi-ibnu-khaldun//
[11] Fuad Badi dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan pola pemikiran islam,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989) h.49

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

A.    Pengertian Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM ) diadopsi dari istilah Inggris yaitu Problem Based Instruction ( PBI ). Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori konstruktivisme. Model pembelajaran berbasis masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. (Abuddin Nata, 2009:243).
Menurut Major, Claire.H dan Palmer, Betsy (2001). Pembelajaran  berbasis  masalah  merupakan  sebuah  pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Sedangkan menurut Duch J.B, (1995). Pembelajaran  berbasis  masalah  merupakan  suatu  metode  pembelajaran yang  menantang  siswa  untuk  “belajar  bagaimana  belajar”,  bekerja  secara berkelompok  untuk  mencari  solusi dari  permasalahan  dunia  nyata. Masalah  ini  digunakan  untuk  mengikat  siswa  pada  rasa  ingin  tahu  pada pembelajaran yang dimaksud.
Evan Glazer, (2001) mengatakan bahwa, pembelajaran  berbasis  masalah  adalah  strategi  pembelajaran  yang merangsang  siswa  aktif  untuk  memecahkan  permasalahan  dalam  situasi nyata.
Jadi pembelajaran ini menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintregasikan pengetahuan baru. Hal serupa juga dikemukakan oleh Nurhadi (2004 :109)Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Dalam hal ini pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah.
Dari pendapat beberapa para ahli diambil kesimpulan pendekatan pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak (starting point) pembelajaran. Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata (real world), yang akrab dengan kehidupan sehari-hari para siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide yang esensial dari materi pelajaran dan membangunnya ke dalam stuktur kognitif.

Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah juga mengacu pada pendekatan pembelajaran yang lain seperti yang diungkapkan oleh diungkapkan oleh Trianto (2007 : 68)Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah) mengacu pada Pembelajaran Proyek (Project Based Learning), Pendidikan Berdasarkan Pengalaman (Experience Based Education),  Belajar Autentik (Autentic Learning), Pembelajaran Bermakna (Anchored Instruction)”.

B.     Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Beberapa Dukungan Teori Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah. Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, maka pembelajaran berbasis masalah didasarkan oleh landasan yang kuat oleh berbagai ahli.
1.      John Dewey.
Pandangan Dewey tentang pendidikan melihat sekolah sebagai pencerminan masyarakat yang lebih besar dan kelas menjadi labolatorium untuk penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.
2.      Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme
Pembelajaran berbasis masalah meminjam pendapat Piaget bahwa apabila pelajar dilibatkan dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan menjadi bermakna.
Sementara Vygostky yakin bahwa intelektual berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi deskripansi yang timbul oleh pengalaman-pengalaman ini. Menurut Vygotsky siswa memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu:
Ø  Tingkat perkembangan actual, yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
Ø  Tingkat perkembangan potensial yaitu  yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua atau bahkan teman sebaya yang lebih cerdsa, maju dan berkembang.

3.      Bruner dan Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa pada hakekatnya tujuan pembelajaran bukan hanya memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan).
Bruner menganggap sangat penting peran dialog dan interaksi social dalam proses pembelajaran.Berdasarkan dari konsep Bruner, maka seorang guru yanga akan menggunakan pendekatan berbasis masalah harus menekankan pada beberapa hal berikut ini dalam proses pembelajarannya:
Ø  Memberikan tekanan yang kuat untuk membangun keterlibatan aktif semua siswa dalam setiap langkah dan proses pembelajaran yang dilakukan.
Ø  Mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri tanpa dominasi oleh guru.
Ø  Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk di dalami dalam berbagai kegiatan penyelidikan hingga siswa sampai pada penemuan ide-ide dan mengkonstruksinya menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya yang mendalam tentang teori.
Ø  Orentasi yang digunakan  adalah induktif bukan orentasi deduktif.

C.     Konsep Dasar dan Karakteristik  SPBM
Sanjaya (2008) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada  proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM:
1.      SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan  yang harus dilakukan  siswa.
2.      aktivitas pembelajaran diarahkan  untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah  sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
3.      pemecahan masalah dilakukan  dengan menggunakan  pendekatan berpikir secara ilmiah

            Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan apabila guru memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.      Guru menginginkan agar siswa dapat mengingat materi pelajaran, menguasai bahan dan memahami secara penuh permasalahan yang akan dipelajari.
2.      Guru menginginkan untuk mengembangkan keterampilan berfikir siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.
3.      Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
4.      Guru memotivasi siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
5.      Guru menginginkan agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).
 (Gordon, 2001.,Karjcik, 2003; Slavin, Madden, Dolan & Wasik, 1994; Torp dan Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1.      Pertanyaan atau masalah perangsang
2.      Fokus interdisipliner
3.      Investigasi autentik
4.      Produksi artepak dan exhibit
5.      Kolaborasi

Pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa  setelah pembelajaran berbasis masalah diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
a.       Keterampilan melakukan penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
b.      Perilaku dan keterampilan sosial.
c.       Keterampilan belajar mandiri.

D.    Desain Pembelajaran Berbasis Masalah
    
Desain model pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 orang.
Kedua, pada setiap kelompok tersebut terdapat seorang ketua yang bertindak sebagai moderator dan sekaligus juru bicara, dan seorang sekretaris yang bertindak sebagai pencatat dan perumus hasil pemecahan masalah. Ketua dan sekretaris kelompok tersebut juga merangkap sebagai anggota.
Ketiga, menentukan .pokok masalah yang akan dipecahkan. Permasalahan tersebut dapat dituangkan dari bahan pelajaran yang terdapat dalam silabus, dapat pula permasalahan yang berasal dari para siswa sendiri. Untuk itu, seorang guru hendaknya mendorong setiap kelompok untuk berani mengemukakan  poko  masalah yang akan dibahas dan dipecahkan. Andaikan para siswa dalam kelompok tersebut mendapatkan kesulitan dalam menemukan masalahnya, maka guru dituntut untuk menawarkan masalah-masalahnya. Selain itu, permasalahan tersebut harus mengandung isu-isuyang mengandung konflik, bersifat familier, mengandung kompetensi yang harus dimiliki oleh muris sesuai dengan kurikulum yang berlaku, serta sesuai dengan minat murid.
Keempat, guru meminta para siswa dalam setiap kelompok tersebut untuk mendiskusikan poko masalah tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia.
Kelima, berbagai kegiatan yang terdapat dalam kelompok tersebut antara lain:
1)      Mengumpulkan data dengan cara masing-masing kelompok bertukat pikiran, melakukan observasi, mempelajari berbagai bacaan, mengakses Internet dan inventarisasi data lainnya;
2)      Menganalisis data yang telah dikumpulkan  dengan cara mengkajinya dan mempertanyakannya, yakni apakah data tersebut telah memadai untuk menjawab permaslahan tersebut;  
3)      Menyusun hipotesis yang didasarkan pada hasil analisis data-data tersebut, yaitu berupa dugaan, jawaban, atau kesi mulan sementara sabagai salah satu alternatif pemecahan masalah atau jawaban atas  masalah tersebut, kebenaran hasilnya harus dibuktikan;
4)      Mengolah data, yaitu data yang ada dan telah dianalisis itu diolah dengan baik agar dapat memperjelas ke arah pemecahan masalah yang tepat;
5)      Menguji hipotesis, yaitu bahwa kebenaran hipotesis atau cara pemecahan masalah yang telah diajukan tersebut diuji kembali, yakni apakah hipotesis tersebut sudah merupakan jawaban atau pemecahan masalah yang tepat atau belum;
6)      Menarik kesimpulan yang berisi jawaban atau pemecahan atas masalah tersebut.

E.     Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1.      Kelebihan
a.       Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat menentang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c.        Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e.       Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f.       Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran.
g.      Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir lebih kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan.
i.        Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j.        Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
k.      Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat membentuk siswa untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang dibarengi dengan kemampuan inovatif dan sikap kreatif akan tumbuh dan berkembang.
l.         Dengan strategi pembelajaran berbasis masalah, kemandirian siswa dalam belajar akan mudah terbentuk, yang pada akhirnya akan menjadi kebiasaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemuinya dalam aktivitas kehidupan nyata sehari-hari ditengah-tengah masyarakat.
m.    dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan  kehidupan, khususnya dengan dunia kerja;
n.      dapat membiasakan para siswa menghadapai dan memecahka masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesunguhnya di masyarakat kelak
o.      dapat merangsang pengembangan kemampuan berfikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek

2.   Kelemahan
a.       Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b.      Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan dan pelaksanaannya.
c.       Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
d.      sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berfikir para siswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berfikir pada para siswa. Seseorang misalnya, menduga bahwa PBL hanya cocok untuk siswa SLP, SLA, atau PT. Namun yang sesungguhnya PBL dapat pula diterapkan pada siswa SD asalkan masalah yang disajikan sesuai dengan tingkat kemampuan siwa SD tersebut;
e.       Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional, Hal ini terjadi antara lain karena dalam memecahkan masalah tersebut sering keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang efisien;
f.       sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar dengan mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan guru, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri.



BAB II
KESIMPULAN

Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM ) diadopsi dari istilah Inggris yaitu Problem Based Instruction ( PBI ). Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori konstruktivisme. Model pembelajaran berbasis masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.

Terdapat 3 ciri utama dari SPBM:
4.      SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan  yang harus dilakukan  siswa.
5.      aktivitas pembelajaran diarahkan  untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah  sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
6.      pemecahan masalah dilakukan  dengan menggunakan  pendekatan berpikir secara ilmiah

Pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa  setelah pembelajaran berbasis masalah diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
d.      Keterampilan melakukan penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
e.       Perilaku dan keterampilan sosial.
f.       Keterampilan belajar mandiri.





DAFTAR PUSTAKA

Imansjah Alipandie, Drs. 1984, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional
Oemar Hamalik, Prof. Dr. 2010, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: Bumi Aksara