A.
Pengertian Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pendekatan pembelajaran berdasarkan
masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah
awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Istilah
Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM ) diadopsi dari istilah Inggris yaitu Problem
Based Instruction ( PBI ). Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah
didasarkan pada teori konstruktivisme. Model pembelajaran berbasis masalah
adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik
tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan
atau jawabannya oleh siswa. (Abuddin Nata, 2009:243).
Menurut Major, Claire.H dan Palmer, Betsy (2001). Pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa
untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, siswa
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Sedangkan menurut Duch J.B, (1995). Pembelajaran berbasis
masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang
menantang siswa untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari
solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini
digunakan untuk mengikat siswa pada rasa
ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.
Evan Glazer, (2001) mengatakan bahwa, pembelajaran berbasis
masalah adalah strategi pembelajaran yang
merangsang siswa aktif untuk memecahkan
permasalahan dalam situasi nyata.
Jadi pembelajaran ini menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintregasikan pengetahuan baru.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Nurhadi (2004 :109) “Pendekatan pembelajaran berdasarkan
masalah adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pelajaran”. Dalam hal ini pengajaran berbasis masalah
digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi
masalah.
Dari pendapat beberapa para ahli
diambil kesimpulan pendekatan pembelajaran berbasis
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah
sebagai titik tolak (starting point) pembelajaran. Masalah-masalah yang
dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks
dunia nyata (real world), yang akrab dengan kehidupan sehari-hari para
siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali
pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide yang esensial dari materi pelajaran dan
membangunnya ke dalam stuktur kognitif.
Pendekatan
pembelajaran berdasarkan masalah juga mengacu pada pendekatan pembelajaran yang
lain seperti yang diungkapkan oleh diungkapkan oleh Trianto (2007 : 68) “ Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah) mengacu pada Pembelajaran Proyek (Project Based Learning), Pendidikan Berdasarkan Pengalaman (Experience Based Education), Belajar Autentik (Autentic Learning), Pembelajaran Bermakna (Anchored Instruction)”.
B. Teori Pembelajaran Berbasis
Masalah
Beberapa Dukungan Teori
Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah. Sebagai suatu
pendekatan pembelajaran, maka pembelajaran berbasis masalah didasarkan oleh
landasan yang kuat oleh berbagai ahli.
1.
John Dewey.
Pandangan Dewey tentang
pendidikan melihat sekolah sebagai pencerminan masyarakat yang lebih besar dan
kelas menjadi labolatorium untuk penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan
nyata.
2.
Piaget, Vygotsky dan
Konstruktivisme
Pembelajaran berbasis masalah meminjam pendapat Piaget bahwa apabila
pelajar dilibatkan dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri, maka pembelajaran akan menjadi bermakna.
Sementara
Vygostky yakin bahwa intelektual berkembang ketika individu menghadapi
pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi
deskripansi yang timbul oleh pengalaman-pengalaman ini. Menurut Vygotsky siswa
memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu:
Ø
Tingkat perkembangan actual,
yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk
mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
Ø
Tingkat perkembangan potensial
yaitu yang dapat difungsikan atau
dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua atau
bahkan teman sebaya yang lebih cerdsa, maju dan berkembang.
3. Bruner dan Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa pada
hakekatnya tujuan pembelajaran bukan hanya memperbesar dasar pengetahuan siswa,
tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan)
dan discovery (penemuan).
Bruner menganggap sangat
penting peran dialog dan interaksi social dalam proses pembelajaran.Berdasarkan
dari konsep Bruner, maka seorang guru yanga akan menggunakan pendekatan
berbasis masalah harus menekankan pada beberapa hal berikut ini dalam proses
pembelajarannya:
Ø
Memberikan tekanan yang kuat
untuk membangun keterlibatan aktif semua siswa dalam setiap langkah dan proses
pembelajaran yang dilakukan.
Ø
Mendorong siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri tanpa dominasi oleh guru.
Ø
Guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk di dalami dalam berbagai kegiatan
penyelidikan hingga siswa sampai pada penemuan ide-ide dan mengkonstruksinya
menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya yang mendalam
tentang teori.
Ø
Orentasi yang digunakan adalah induktif bukan orentasi deduktif.
C. Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM
Sanjaya
(2008) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM:
1.
SPBM merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa.
2.
aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
SPBM menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran.
3.
pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah
Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat
diterapkan apabila guru memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.
Guru menginginkan agar siswa
dapat mengingat materi pelajaran, menguasai bahan dan memahami secara penuh
permasalahan yang akan dipelajari.
2.
Guru menginginkan untuk
mengembangkan keterampilan berfikir siswa, yaitu kemampuan menganalisis
situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal
adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam
membuat judgment secara objektif.
3.
Guru menginginkan kemampuan
siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
4.
Guru memotivasi siswa untuk
lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
5.
Guru menginginkan agar siswa
memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam
kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).
(Gordon, 2001.,Karjcik, 2003; Slavin, Madden,
Dolan & Wasik, 1994; Torp dan Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1. Pertanyaan atau masalah perangsang
2. Fokus interdisipliner
3. Investigasi autentik
4. Produksi artepak dan exhibit
5. Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah
dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran,
maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa setelah pembelajaran berbasis masalah
diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
a.
Keterampilan melakukan
penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
b.
Perilaku dan keterampilan
sosial.
c.
Keterampilan belajar mandiri.
D.
Desain Pembelajaran Berbasis Masalah
Desain model pembelajaran berbasis
masalah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, para siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 sampai 6 orang.
Kedua, pada setiap
kelompok tersebut terdapat seorang ketua yang bertindak sebagai moderator dan
sekaligus juru bicara, dan seorang sekretaris yang bertindak sebagai pencatat
dan perumus hasil pemecahan masalah. Ketua dan sekretaris kelompok tersebut
juga merangkap sebagai anggota.
Ketiga, menentukan
.pokok masalah yang akan dipecahkan. Permasalahan tersebut dapat dituangkan
dari bahan pelajaran yang terdapat dalam silabus, dapat pula permasalahan yang
berasal dari para siswa sendiri. Untuk itu, seorang guru hendaknya mendorong
setiap kelompok untuk berani mengemukakan poko masalah yang akan
dibahas dan dipecahkan. Andaikan para siswa dalam kelompok tersebut mendapatkan
kesulitan dalam menemukan masalahnya, maka guru dituntut untuk menawarkan
masalah-masalahnya. Selain itu, permasalahan tersebut harus mengandung
isu-isuyang mengandung konflik, bersifat familier, mengandung kompetensi yang
harus dimiliki oleh muris sesuai dengan kurikulum yang berlaku, serta sesuai
dengan minat murid.
Keempat, guru meminta
para siswa dalam setiap kelompok tersebut untuk mendiskusikan poko masalah
tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia.
Kelima, berbagai
kegiatan yang terdapat dalam kelompok tersebut antara lain:
1)
Mengumpulkan data dengan cara
masing-masing kelompok bertukat pikiran, melakukan observasi, mempelajari
berbagai bacaan, mengakses Internet dan inventarisasi data lainnya;
2)
Menganalisis data yang telah
dikumpulkan dengan cara mengkajinya dan mempertanyakannya, yakni apakah
data tersebut telah memadai untuk menjawab permaslahan tersebut;
3)
Menyusun hipotesis yang didasarkan
pada hasil analisis data-data tersebut, yaitu berupa dugaan, jawaban, atau kesi
mulan sementara sabagai salah satu alternatif pemecahan masalah atau jawaban
atas masalah tersebut, kebenaran hasilnya harus dibuktikan;
4)
Mengolah data, yaitu data yang ada
dan telah dianalisis itu diolah dengan baik agar dapat memperjelas ke arah
pemecahan masalah yang tepat;
5)
Menguji hipotesis, yaitu bahwa
kebenaran hipotesis atau cara pemecahan masalah yang telah diajukan tersebut
diuji kembali, yakni apakah hipotesis tersebut sudah merupakan jawaban atau
pemecahan masalah yang tepat atau belum;
6)
Menarik kesimpulan yang berisi
jawaban atau pemecahan atas masalah tersebut.
E. Kelebihan dan
Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Kelebihan
a.
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang
cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat menentang
kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
siswa.
c.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa
bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
e.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa
untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
f.
Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan
kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran.
g.
Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih
menyenangkan dan disukai siswa.
h.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk berpikir lebih kritis dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk menyesuaikan dengan pengetahuan.
i.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata.
j.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan
minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir.
k.
Strategi pembelajaran berbasis
masalah dapat membentuk siswa untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi,
yang dibarengi dengan kemampuan inovatif dan sikap kreatif akan tumbuh dan
berkembang.
l.
Dengan strategi pembelajaran berbasis masalah,
kemandirian siswa dalam belajar akan mudah terbentuk, yang pada akhirnya akan
menjadi kebiasaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemuinya
dalam aktivitas kehidupan nyata sehari-hari ditengah-tengah masyarakat.
m.
dapat membuat
pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya
dengan dunia kerja;
n.
dapat membiasakan para
siswa menghadapai dan memecahka masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat
mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesunguhnya di masyarakat
kelak
o.
dapat merangsang
pengembangan kemampuan berfikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam
proses pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses mental dengan
menyoroti permasalahan dari berbagai aspek
2. Kelemahan
a.
Manakala siswa tidak memiliki
minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b.
Keberhasilan strategi
pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan dan pelaksanaannya.
c.
Tanpa pemahaman mengapa mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
d. sering
terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat
berfikir para siswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan
berfikir pada para siswa. Seseorang misalnya, menduga bahwa PBL hanya cocok
untuk siswa SLP, SLA, atau PT. Namun yang sesungguhnya PBL dapat pula
diterapkan pada siswa SD asalkan masalah yang disajikan sesuai dengan tingkat
kemampuan siwa SD tersebut;
e. Sering
memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan metode
konvensional, Hal ini terjadi antara lain karena dalam memecahkan masalah
tersebut sering keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang
efisien;
f. sering
mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar
dengan mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan guru,
menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan
memecahkannya sendiri.
BAB II
KESIMPULAN
Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah pendekatan pembelajaran
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM ) diadopsi dari istilah Inggris
yaitu Problem Based Instruction ( PBI ). Dari
segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan
pada teori konstruktivisme. Model pembelajaran berbasis masalah adalah cara
penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak
pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau
jawabannya oleh siswa.
Terdapat 3
ciri utama dari SPBM:
4.
SPBM merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa.
5.
aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
SPBM menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran.
6.
pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah
Pembelajaran berbasis masalah
dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran,
maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa setelah pembelajaran berbasis masalah
diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
d.
Keterampilan melakukan
penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
e.
Perilaku dan keterampilan
sosial.
f.
Keterampilan belajar mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Imansjah
Alipandie, Drs. 1984, Didaktik Metodik
Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional
Oemar
Hamalik, Prof. Dr. 2010, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar