Sabtu, 18 Januari 2014

Menunda Alarm Demi Tidur Lebih Lama, Hal Sepele yang Berpengaruh Buruk


Banyak orang yang menekan tombol tunda alarm untuk mendapat ekstra waktu untuk tidur. Alasannya beragam, mulai dari masih mengantuk, masih ada sedikit waktu untuk tidur, hingga karena merasa belum cukup istirahat. Meski terlihat sepele, menunda alarm memiliki pengaruh buruk untuk kesehatan.

Menekan tombol tunda pada alarm untuk tidur lagi merupakan salah satu pertanda akan buruknya kualitas tidur seseorang. Meski hanya sepele, hal tersebut dapat merusak aktivitas harian karena menyebabkan berbagai akibat buruk.

"Faktanya, hal tersebut tidak hanya merupakan pertanda bahwa Anda mengalami kekurangan atau buruknya kualitas tidur, tetapi itu membuat kegiatan sehari-hari selama seharian menjadi sulit." Demikian menurut Robert Rosenberg, dokter pakar tidur dan jurnalis medis di Arizona, Amerika.

Dalam kolomnya ia menyebutkan bahwa kebiasaan bangun dengan alarm menyebabkan fenomena 'jet lag sosial'. Fenomena tersebut terjadi karena pada akhir pekan orang biasanya tidur lebih lama, sedangkan pada hari-hari biasa orang tidak bisa tidur lebih lama karena tekanan pekerjaan.

Istilah 'jet lag sosial' merujuk pada gangguan terhadap jam biologis, seperti yang dialami pada jet lag sesungguhnya yakni setelah terbang melintasi zona waktu yang berbeda. Bedanya, jet lag sosial dipicu oleh perbedaan ritme pada hari kerja dengan akhir pekan yang bebas dari suara alarm.

Mematikan alarm untuk mendapatkan waktu tidur tambahan, menurut Rosenberg, adalah upaya sia-sia. Demikian dikutip dari Everyday Health, Jumat (17/1/2014). Begitu menekan tombol tunda pada alarm, fase tidur akan rusak. Seseorang tidak akan mendapat kualitas tidur yang sama dengan sebelumnya bila telah terganggu oleh bunyi alarm. 

Tidak hanya menyebabkan 'jet lag sosial', bunyi alarm bahkan dapat merusak kenangan atau memori. Orang tidak dapat memproses kenangan emosional dari hari sebelumnya bila pada saat fase REM, di mana mimpi biasanya terjadi, tidurnya terganggu oleh suara alarm. Tidur yang terputus juga dapat menyebabkan mood tidak menentu, masalah kognitif, dan sulit memfokuskan perhatian.


"Sayangnya, dalam beberapa hal, tidur yang terganggu lebih buruk dibanding tanpa tidur," demikian tulis Rosenberg dalam kolomnya.

Untuk menghindari tidur yang terfragmentasi atau terputus, ada beberapa solusi yang dapat ditempuh. Solusi pertama, ungkap Rosenberg, adalah dengan menyadari bahwa masih lelah saat alarm berbunyi merupakan tanda bahwa tubuh belum mendapat cukup waktu tidur. Solusinya bukan dengan menekan tombol tunda pada alarm, tetapi dengan tidur satu jam lebih awal pada hari berikutnya.

Solusi lain yang bisa ditempuh untuk meningkatkan kualitas tidur adalah dengan mematikan perangkat yang memancarkan cahaya biru, satu jam sebelum tidur. Cahaya biru menghambat produksi melatonin, yang mengakibatkan hormon tidur masih ada ketika tiba waktu untuk bangun. Itulah mengapa orang kesulitan bangun di pagi hari. 

Solusi lain adalah dengan meletakkan alarm di tempat yang jauh dari jangkauan, menggunakan alarm yang bekerja jika ada banyak cahaya dalam ruangan, atau mengatur mesin pembuat kopi otomatis agar bekerja sepuluh menit sebelum waktu bangun. Cara lain yang juga bisa ditempuh adalah dengan menggunakan alat yang bisa meningkatkan suhu ruang karena meningkatnya suhu adalah salah satu sinyal bagi tubuh untuk bangun. 

Jika masih juga berkecenderungan untuk menekan tombol tunda pada alarm, berarti ada sesuatu yang salah pada tubuh. Mungkin pola waktu aktivitas keseharian yang diajalani tidak sinkron dengan jam internal tubuh. Kemungkinan lainnya adalah karena gangguan tidur yang diam-diam telah merampas dan merusak kualitas tidur.

Menekan tombol tunda pada alarm tidak akan dapat menggantikan atau menambah waktu tidur yang sehat. Demikian pungkas Rosenberg.


1 komentar:

  1. lailah lailah ... kerjaanmu z tidur doangnya di sekoalah dulu

    BalasHapus