BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama islam adalah agama yang diturunkan terakhir
oleh Allah kepada mabi Muhammad Saw, mulai saat itu ajaran islam pun di
kenalkan di dalam masyarakat, selain itu Madrasah adalah salah satu jenis
tempat pendidikan yang ada di Indonesia, adapun sistem pendidikan dalam
madrasah adalah mengombinasikan antara pendidikan agama dan pendidikan non
agama. Madrasah muncul pada pertengahan abad ke 20 yang tujuan utamanya ingin
mengembangkan pendidikan islam, dan menyebar luaskan ajaran-ajaran islam.
Sejarah Islam
di Indonesia memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan
berkembang seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun
waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian
al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan
(terutama di Jawa) dengan nama sorogan, bandongan dan halaqah.
Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau
tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah setempat disebut: surau,
dayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama
lainnya.
Madrasah
diniyah sebagai lembaga lembaga pendidikan islam telah ada bersamaan dengan
penyebaran Agama Islam di Indonesia. Dimasa pemerintahan hindia belanda, hampir
semua desa di Indonesia yang penduduknya sebagian beragama Islam terdapat
Madrasah diniyah dengan berbagai macam bentuk penyelenggaraannya. Pada waktu
itu madarasah diniyah mendapatkan bantuan dari para sultan selaku penguasa
setempat.
Setelah Indonesia merdeka madrasah diniyah semakin mendapatkan dukungan meski tidak mendapatkan dukungan secara maksimal, dalam perkembangannya maklumat BPKNIP tanggal 22 Desember 1945 menganjurkan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran sekurang-kurangnya diselenggarakan di langgar, surau, Masjid dan madrasah terus dan tingkat.
Melihat perkembangan yang demikian inilah perlu kita renungkan, bahwasanya eksistensi madrasah Diniyah sangat penting keberadaannya untuk mempertahankan komposisi yang ideal di masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu Bangsa yang berkepribadian luhur.
Setelah Indonesia merdeka madrasah diniyah semakin mendapatkan dukungan meski tidak mendapatkan dukungan secara maksimal, dalam perkembangannya maklumat BPKNIP tanggal 22 Desember 1945 menganjurkan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran sekurang-kurangnya diselenggarakan di langgar, surau, Masjid dan madrasah terus dan tingkat.
Melihat perkembangan yang demikian inilah perlu kita renungkan, bahwasanya eksistensi madrasah Diniyah sangat penting keberadaannya untuk mempertahankan komposisi yang ideal di masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu Bangsa yang berkepribadian luhur.
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk
memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa
kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya.
Keberadaan lembaga ini sangat menjamur
dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan anak-anak pra dewasa.
Apalah lagi sudah memiliku legalitas dari pemerintah melalui
perundang-undangannya. Kelegalitasan ini menuntut Madrasah Diniyah untuk
memiliki kurikulum yang mendukung, keadminitrasian yang mapan serta managemen
yang professional.
Dalam makalah ini penulis akan mengupas
sedikit tentang sejarah, keadministrasikandan kurikulum madrasah diniyah yang
insya Allah akan membentuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga madrasah
ini.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian Madrasah Diniyah Awaliyah?
2.
Bagaimana sejarah Madrasah Diniyah Awaliyah?
3.
Bagaimana perkembangan Madrasah Diniyah Awaliyah?
C. Tujuan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian Madrasah Diniyah Awaliyah
2.
Untuk mengetahui sejarah Madrasah Diniyah Awaliyah
3.
Untuk mengetahui perkembangan Madrasah Diniyah Awaliyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Madrasah Diniyah Awaliyah
Kata madrasah diambil dari akar kata darasa yang berarti
belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini sehingga berarti tempat untuk
belajar.[1] Istilah
madrasah sering diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk
perguruan yang dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam.
Kata
“Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari
akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti
“Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya :
diartikan : “ini jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku
yang dipelajari” atau “tempat belajar”.[2] Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah
yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.
Dari
pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat
belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang
berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah
madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
pengertian Madrasah Diniyatul Awaliyah adalah satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama islam
tingkat dasar dengan masa belajar 4 (empat) tahun, dan jumlah jam belajar 18
jam seminggu. Pengertian tersebut sekaligus membedakan antara Madrasah Diniyah
dan Madrasah Ibtidaiyah sekalipun pada satu sisi terdapat kesamaan yakni
sebagai pendidikan agama Islam tingkat dasar. Perbedaan tersebut terletak bahwa
Madrasah Ibtidaiyah merupakan pendidikan formal, meliputi pelajaran agama 30%
dan umum 70 % yang umumnya diselenggarakan sejak pagi (sama dengan SD).
Sedangkan Madrasah Diniyah merupakan pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan oleh swasta (hasil swadaya masyarakat), hanya berisikan
pelajaran agama yang umumnya diselenggarakan selepas pendidikan di SD pada
siang hari. Sealur dengan pendapat di atas Abdurrahman Wahid menyatakan
mengenai sistem pendidikan madrasah di Indonesia. Bahwa sistem pendidikan di
Indonesia mempunyai 3 model, yaitu:
1)
Madrasah
Diniyah
2)
Madrasah SKB (surat keputusan bersama) tiga
mentri
3)
Madrasah
Pesantren
Madarasah Diniyah sepenuhnya mengajarkan agama dan diatur oleh keputusan
menteri agama tahun 1964. Madrasah ini mengenal 3 jenjang;
1)
Madrasah
Awaliyah
2)
Madrasah
Wustha
3)
Madarasah
Ulya
Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas maka Madrasah Diniyatul
Awaliyah merupakan sub sistem dari sistem pendidikan madrasah di Indonesia yang
di dalamnya mempelajari dan mengkaji masalah-masalah keagamaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Dan kurikulumnya ditetapkan oleh Departemen
Agama. Dalam hal ini pelajaran-pelajaran Madrasah Diniyah adalah bersifat
keagamaan. Muatan Madrasah Diniyah ini lebih didominasi oleh
pelajaran-pelajaran atau kajian ala pesantren yang diintensifkan melalui
madrasah.[3] Oleh
karena itu dari sudut penguasaan ilmu-ilmu keagamaan hasilnya tidak diragukan
lagi, akan tetapi madrasah yang semacam ini tidak berijasah formal.
B.
Sejarah Madrasah
Pertama kali timbul istilah “Madrasah” adalah
berkenaan dengan upaya khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid guna menyediakan
fasilitas belajar ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu penopang lainnya dilingkungan
klinik (Bimaristain) yang dibangunya di Baghdad. Komplek ini dikenal dengan
sebutan “Madrasah Baghdad”. Namun kelihatannya pemakaian istilah tersebut
cenderung anatema, terutama kalau diperhatikan tidak adanya kelanjutan dari
madrasah Baghdad, kecuali munculnya Bait al-Hikmah dimasa Makmun.[4]
Madrasah sebagai lembaga pendidikan islam,
mulai didirikan dan berkembang di dunia islam sekitar abad ke-5 H atau abad
ke-10 11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan islam model
madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui
menteri dari Kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham al Mulk” yang mendirikan
madrasah “Nizhamiyah” tahun 1065 M yang oleh Gibb dan Kramers disebutkan, bahwa
setelah madrasahnya Nizham al Mulk ini dirikan madrasah terbesar oleh
Shalahudin al Ayyubi.[5]
a. Sejarah
madrasah di indonesia
Madrasah
adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan
Belanda madrasah didirikan untuk semua warga.Sejarah mencatat , Madrasah
pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah
Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib
Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel
sebagai lanjutan dari Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul
Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H.
Abdul Somad di Jambi.[6]
Madrasah berkembang di jawa mulai
1912. ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah,
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin Ulya ( mulai
1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan belanda plus,
seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model AL-Irsyad ( 1913)
yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah
PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang
sejarah madrasah di indonesia.
Organisasi-organisasi
yang mempunyai peranan besar dalam perkembangan madrasah di Indonesia antara
lain :
1.
Nahdhatul ‘Ulama (NU)
NU didirikan pada 31 Januari
1926 di Surabaya dengan tokoh yang memprakasai berdirinya K.H. Hasyim’Asyari
dan K.H Wahab Hasbullah.
2.
Perhimpunan Umat Islam
Ini merupakan fusi
Perikatan Umat Islam yang didirikan di Majalengka Jawa Barat oleh K.H A.Halim
pada rahun 1917 dan Al-Ittihad Al-Islamiyah yang didirikan di Suka Bumi oleh
K.H A.Sanusi pada tahun 1931.
3.
Persatuan Islam (Persis)
Persis merupakan organisasi
sosial, pendidikan, dan keagamaan yang didirikan di Bandung pada 17 September
1923 atas prakasa K.H M.Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dua orang saudagar asal
Palembang yang telah lama menetap di Jawa Barat. Persis memiliki beberapa
lembaga pendidikan, di antranya Taman Kanak-kanak HIS, sekolah MULO, Sekolah
Guru dan beberapa pesantren.
4.
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
PERTI merupakan organisasi
sosial yang didirikan pada 5 Mei 1930 di Candung, Bukit Tinggi. Bergerak dalam
bidang sosial, pendidikan dan dakwah. Pendirinya adalah para alim ulama’
tersohor di Sumatra Barat, di antaranya ialah Syekh Suleman Arrasuli Candung,
Syekh Muhammad Abbas Al-Kadi Bukit Tinggi, Syekh Muhammad Jamil Jaho Padang
Panjang, dan Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang.
5.
Perserikatan Ulama’
Organisasi ini didirikan
pada tahun 1917 di Majalengka oleh K.H Abdul Halim.
6.
Al-Jam’iyatul Washiliyah
Al-Jam’iyatul Washiliyah
adalah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang sosial keagamaan di
Indonesia. Organisasi ini didirikan di Medan, Sumatra Utara pada 30 November
1930 (9 Rajab 1349 H). Organisasi ini didirikan atas inisiatif sekelompok siswa
Maktab Islamiyah Tapanuli Medan yang tergabung dalam sebuah kelompok diskusi
yang bernama “Debating Club”
b. Sejarah Madrasah Diniyah
Sejarah Islam di Indonesia
memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan berkembang seiring
dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun waktu yang panjang,
pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian
al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang
dikenalkan (terutama di Jawa) dengan namasorogan, bandongan dan halaqah.
Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau
tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah setempat disebut: surau, dayah,
meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama lainnya.
Perubahan kelembagaan paling penting
terjadi setelah berkembangnya sistem klasikal, yang awalnya diperkenalkan oleh
pemerintah kolonial melalui sekolah-sekolah umum yang didirikannya di berbagai
wilayah Nusantara. Di Sumatera Barat pendidikan keagamaan klasikal itu
dilaporkan dipelopori oleh Zainuddin Labai el-Junusi (1890-1924), yang pada
tahun 1915 mendirikan sekolah agama sore yang diberi nama “Madrasah
Diniyah” (Diniyah School, al-Madrasah al-Diniyah). Sistem klasikal
seperti rintisan Zainuddin berkembang pula di wilayah Nusantara lainnya,
terutama yang mayoritas penduduknya Muslim. Di kemudian hari lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan itulah yang menjadi cikal bakal dari madrasah-madrasah
formal yang berada pada jalur sekolah sekarang. Meskipun sulit untuk memastikan
kapan madrasah didirikan dan madrasah mana yang pertama kali berdiri, namun
Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) mengakui bahwa setelah Indonesia
merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyahlah yang
berkembang menjadi mad-rasah-madrasah formal. Dengan perubahan tersebut berubah
pula status kelembagaannya, dari jalur “luar sekolah” yang dikelola penuh oleh
masyarakat menjadi “sekolah” di bawah pembinaan Departemen Agama.
Meskipun demikian tercatat masih
banyak pula madrasah diniyah yang mempertahankan ciri khasnya yang semula,
meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa
yang lebih kemudian, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964,
tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru, sebagai pendidikan tambahan
berjenjang bagi murid-murid sekolah umum. Madrasah diniyah itu diatur mengikuti
tingkat-tingkat pendi-dikan sekolah umum, yaitu Madrasah Diniyah Awwaliyah
untuk murid Sekolah Dasar, Wustha untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
dan ‘Ulya untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Madrasah diniyah dalam hal
itu dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan klasikal jalur luar
sekolah bagi murid-murid sekolah umum. Data EMIS (yang harus
diperlakukan sebagai data sementara karena ketepatan-nya dapat dipersoalkan)
mencatat jumlah madrasah diniyah di Indonesia pada tahun ajaran 2005/2006
seluruhnya 15.579 buah dengan jumlah murid 1.750.010 orang.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan
dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari
pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.
Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan
untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama
Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun
2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi
dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara
telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi
nusantara ini.
Keberadaan peraturan perundangan
tersebut seolah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah diniyah yang sedang
mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan
diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya. Tapi
karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk dimunculkan
dan dipertahankan eksistensinya.
Secara umum, setidaknya sudah ada
beberapa karakteristik pendidikan diniyah di bumi nusantara ini.
Pertama, Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen)
yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh
pondok pesantren. Pendidikan diniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan
swadaya masyarakat, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan
pengetahuan agama di luar jalur sekolah formal.
Kedua, pendidikan diniyah yang berada dalam
lingkaran pondok pesantren tertentu, dan bahkan menjadi urat nadi kegiatan
pondok pesantren.
Ketiga, pendidikan keagamaan yang diselenggarakan
sebagai pelengkap (komplemen) pada pendidikan formal di pagi hari.
Keempat,pendidikan diniyah yang
diselenggarakan di luar pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di
pagi hari, sebagaimana layaknya sekolah formal.
C.
Perkembangan
Madrasah di Indonesia
a. Masa Penjajahan
Pada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah tumbuh atas dasar semangat
pembaharuan dikalangan umat Islam. Pertumbuhan Madrasah menunjukkan adanya pola
respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif
terhadap pendidikan Hindia Belanda, kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada
dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum
muslimin terpelajar. Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru agama
dipersalahkan ketika menghadapi gerakan kristenisasi dengan alasan ketertiban
dan keamanan.
Madrasah pada masa Hindia Belanda mulai tumbuh meskipun memperoleh
pengakuan yang setengah-setengah dari pemerintah Belanda. Tetapi pada umumnya
madrasah- madrasah itu, baik di Minangkabau, Jawa dan Kalimantan, berdiri
semata-mata karena kreasi tokoh dan organisasi tertentu tanpa dukungan dan legitimasi
dari pemerintah.
Pemerintah
Kolonial menolak eksistensi pondok pesantren dalam sistem pendidikan yang
hendak dikembangkan di Hindia Belanda. Kurikulum maupun metode pembelajaran
keagamaan yang dikembangkan di pondok pesantren bagi pemerintah kolonial, tidak
kompatibel dengan kebijakan politik etis dan modernisasi di Hindia Belanda. Di
balik itu, pemerintah kolonial mencurigai peran penting pondok pesantren dalam
mendorong gerakan-gerakan nasionalisme dan prokemerdekaan di Hindia Belanda.
Menyikapi
kebijakan tersebut, tokoh-tokoh muslim di Indonesia akhirnya mendirikan dan
mengembangkan madrasah di Indonesia didasarkan pada tiga kepentingan utama,
yaitu:
1.
Penyesuaian
dengan politik pendidikan pemerintah kolonial.
2.
Menjembatani
perbedaan sistem pendidikan keagamaan dengan sistem pendidikan modern.
3.
Agenda
modernisasi Islam itu sendiri.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengantarkan pendidikan
Islam ke dalam babak sejarah baru, yang antara lain ditandai dengan pengukuhan
sistem pendidikan Islam sebagai pranata pendidikan nasional. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam kini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang
serta meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan nasional.
Di dalam Undang-Undang itu setiap
kali disebutkan sekolah, misalnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu sekolah
dasar, selalu dikaitkan dengan madrasah ibtidaiyah, disebutkan sekolah menengah
pertama dikaitkan dengan madrasah tsanawiyah, disebutkan sekolah menengah
dikaitkan dengan madrasah aliyah, dan lembaga-lembaga pendidikan lain yang
sederajat, begitu pula dengan lembaga pendidikan non formal.
Kebijakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih
berlanjut pada masa penjajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa modifikasi.
Berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Jepang membiarkan
dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada masa sebelumnya.
Namun demikian, pemerintah Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu
memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendidikan Jepang di
Indonesia.
Dalam Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 tentang
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa
Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di
sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan
agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan
orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar sistem
pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi
madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.
b. Madrasah Pada
Masa Orde Lama.
Madrasah pada Awal Masa Kemerdekaan. Di awal
kemerdekaan, tidak dengan sendirinya madrasah dimasukkan kedalam system
pendidikan nasional. Madrasah memang tetap hidup, tetapi tidak memperoleh
bantuan sepenuhnya dari pemerintahan. Adanya perhatian pemerintah baru
diwujudkan denagan PP No. 33 Tahun 1949 dan PP No. 8 Tahun 1950, yang
sebelumnya telah dikeluarkan peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1946, No. 7
Tahun 1952, No. 2 Tahun 1960 dan terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian
bantuan kepada madrasah. Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan
kurikulum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Madrasah Diniyah, Madrasah
SKB 3 Mentri dan Madrasah Pesantren. Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk
madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah).
Memasuki awal orde lama, pemerintah membentuk departemen agama yang resmi
berdiri pada Tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan
pendidikan islam di Indonesia. Orientasi usaha departemen agama dalam bidang
pendidikan islam bertumpu pada aspirasi umat islam agar pendidikan agama
diajarkan di sekolah-sekolah. Disamping Pada pengembangan madrasah itu sendiri.
Salah satu perkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa orde lama
ialah: Didirikan dan dikembangkannya pendidikan guru agama dan pendidikan hakim
islam negri. madrasah ini menandai perkembangan yang sangat penting di mana
madrasah dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga professional keagamaan,
disamping mempersiapkan tenaga-tenaga yang siap mengembangkan madrasah.
Pada Tanggal 3 Desember 1960 keluar ketetapan MPRS no II/MPRS/1960 tentanng
“garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana, tahapan pertama
tahun 1961-1969” ketetapan ini menyebutkan bahwa pendidikan agama menjadi mata
pelajaran di sekolah-sekolah mulai di sekolah rakyat sampai
universitas-universitas negri,dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak
ikut serta, apabila wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya. Namun
demikian, dalam kaitannya dengan madrasah ketetapan ini telah memberi perhatian
meskipun tidak terlalu berarti, dengan merekomondasikan agar madrasah hendaknya
berdiri sendiri sebagai badan otonom dibawah pengawasan departemen pendidikan
dan kebudayaan.
c. Madrasah Masa Orde Baru
Pembinaan
Pemerintah Terhadap Madrasah
Usaha
peningkatan dan pembinaan dalam pendidikan madrasah ini kembali
terwujud dengan adanya Surat Keputusan Besama (SKB) pada tahun 1975
yang menegaskan bahwa : yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang
menjadikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan
sekurang-kurangnya 30% di samping matapelajaran umum.
1.
MadarasahIbtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2.
Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah
Pertama
3.
Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga
menteri terus berlangsung dengan tujuan mencapai mutu yang
dicita-citakan. Penyamaan madrasah dengan sekolah umum tidak hanya dalam hal
penjenjangan saja, namun juga dalam hal struktur program dan kurikulum juga
mengalami pembakuan dan penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya
Keputusan Besama Menteri Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama
No. 0299/U/1984 dan No. 45 Tahun1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum
Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Perbedaan terlihat pada identitas
madrasah, yang menjadikan pendidikan dengan pelajaran agama sebagai mata pelajaran
dasar sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan
kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan
SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975, Nomor
037/4 1975 dan Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada
madrasah ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah sama dengan sekolah umum,
ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum dan lulusannya dapat
melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat
berpindah ke sekolah umum yang setingkat. Lulusan Madrasah Aliyah dapat
melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi umum dan agama.
Pemerintah orde baru melakukan
langkah konkrit berupa penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional. Dalam konteks ini, penegasan definitif tentang
madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih operasional dan
dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter
keagamaannya. Melalui upaya ini dapat dikatakan bahwa Madrasah berkembang
secara terpadu dalam sistem pendidikan nasional. Pada masa orde baru ini
madrasah mulai dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai dari
masyarakat kelas rendah sampai masyarakat menengah keatas.
Sedangkan pertumbuhan jenjangnya
menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang secara berturut-turut sebagai berikut :
1) Raudatul Atfal (Bustanul Atfal).
Raudatul Atfal atau Bustanul
Atfal terdiri dari 3 tingkat :
1. Tingkat A
untuk anak umur 3-4 tahun
2. Tingkat B untuk anak umur 4-5 tahun
3. Tingkat C
untuk anak umur 5-6 tahun
2) Madrasah Ibtidaiyah.
Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran
agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping
mata pelajaran umum.
3) Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan
mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya
30% disamping mata pelajaran umum.
4) Madrasah Aliyah.
Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah keatas dan menjadikan
mata pelajaran agama Islam. Sebagai mata
pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.
Dewasa ini Madrasah Aliyah memiliki jurusan-jurusan : Ilmu Agama, Fisika,
Biologi, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Budaya.
5) Madrasah
Diniyah
Madrasah Diniyah ialah lembaga
pendidikan dan pelajaran agama Islam, yang berfungsi terutama untuk memenuhi
hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama
Islam. Madrasah
Diniyah ini terdiri 3 tingkat :
1. Madrasah
Diniyah Awaliyah ialah Madrasah Diniyah tingkat permulaan dengan kelas 4 dengan
jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dan seminggu.
2. Madrasah
Diniyah Wusta ialah Madrasah Diniyah tingkat pertama dengan masa belajar 2
(dua) tahun dari kelas I sampai kelas II dengan jam belajar sebanyak 18 jam
pelajaran dalam seminggu.
3. Madrasah
Diniyah Ula ialah Madrasah Diniyah tingkat menengah atas dengan masa belajar 2
tahun dari kelas I sampai kelas II dengan jumlah jam pelajaran 18 jam pelajaran
dalam seminggu.
pengajaran pendidikan agama atau
Madrasah Diniyah itu banyak didominasi oleh pengajaran ala pesantren baik dari
Diniyatul Ula, Wustha, dan Ulya. Yang mungkin tidak terlepas dari ciri khas dan
sifat independen lembaga atau pesantren tersebut.
a.
Tujuan
dan fungsi Diniyatul Awaliyah
Tujuan umum madarasah Diniyah adalah sebagai mana
tertuang dalam pedoman penyelenggaraannya dan pembinaan Madrasah Diniyah yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam Departemen Agama RI Tahun
2000. Tujuan tersebut sebagai berikut: ”Pendidikan dan pengajaran pada Madrasah
Diniyah bertujuan untuk memberikan tambahan dan pendalaman pengetahuan agama
islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama di
sekolah umum”.
Berdasarkan tujuan umum tersebut lebih lanjut
dirumuskan dalam tujuan institusional yang dapat dispesifikan berdasarkan
bidang pengetahuan, pengalaman, nilai dan sikap, sebagai berikut:
a) Dalam
bidang pengetahuan agar siswa memiliki pengetahuan tentang agama Islam dan
bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran Islam.
b) Dalam
bidang pengamalan agar siswa dapat mengamalkan ajaran agama islam, dapat
belajar dengan cara yang baik dan dapat bekerja sama dengan orang lain serta
dapat menggunakan bahasa Arab.
c) Dalam bidang nilai dan sikap agar siswa dapat
memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap ajaran islam; baik bagi dirinya,
agamanya, sosial dan budaya sekitarnya.
Secara simpel, tujuan pendidikan Madrasah
Diniyah menurut Ahmad Tafsir dalam wawancara pada tanggal 12 oktober 2002 ada
tiga, yaitu sebagai berikut:
a) Agar
peserta didik memiliki akhlak yang baik.
b) Agar
peserta didik mampu shalat.
c) Agar
peserta didik mampu membaca dan menulis Al-Quran
Dasar dari tujuan madrasah diniyatul
awaliyah ini sama dengan tujuan madrasah diniyatul pada tingkat sesudahnya (Wustha
dan Ulya) yaitu di samping sebagai tuntutan secara normatif juga sebagai
tuntutan dari orang tua dan kebutuhan masyarakat yang memang mengarah pada tiga
tujuan yang telah dikemukakan di atas. Maka dari itu secara ringkas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Aspek
keterampilan bahasa Arab dimungkinkan anak dapat membaca dan menulis Al-Quran.
b) Aspek
pengetahuan dan pengalaman agar anak dapat menguasai dan mengamalkan ajaran
Islam.
c) Aspek
sikap, dengan terbiasanya anak berakhlkul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Selain mempunyai tujuan, Diniyatul
Awaliyah pun mempunyai fungsi yang sangat vital. Adapun Fungsi Madrasah
Awaliyah di antaranya:
a) Menyelenggarakan
pendidikan agama Islam yang terdiri dari Al-Quran, hadits, tajwid, aqidah
akhlaq, fiqh, sejarah kebudayaan Islam, bahasa Arab dan praktik ibadah.
b) Memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tambahan pendidikan agama Islam terutama bagi siswa
yang belajar pada sekolah dasar.
c) Memberikan
bimbingan dalam pelaksanaan pengamalan ajaran agama Islam.
d) Membina
hubungan kerja sama dengan orang tua, warga belajar dan masyarakat.
e) Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga
pendidikan serta perpustakaan[7]
b. Ciri-ciri Madrasah Diniyah
Dengan meninjau secara pertumbuhan
dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan sub-sistem Madrasah Diniyah, maka
dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler Madrasah Diniyah adalah sebagai
berikut:
1. Madrasah Diniyah merupakan pelengkap
dari pendidikan formal.
2. Madrasah Diniyah merupakan
spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang
ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3. Madrasah Diniyah tidak dibagi atas
jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4. Madrasah Diniyah dalam materinya
bersifat praktis dan khusus.
5. Madrasah Diniyah waktunya relatif
singkat, dan warga didiknya tidak harus sama.
6. Madrasah Diniyah mempunyai metode
pengajaran yang bermacammacam.
c.
Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan
dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pada pasal 1 ayat 1 disebutkan
“Penyelenggaraan pendidikan diluar sekolah boleh dilembagakan dan boleh tidak
dilembagakan”. Dengan jenis “pendidikan Umum” (psl 3. ayat.1). sedangkan
kurikulum dapat tertulis dan tertulis (pasl. 12 ayat 2). Bahwa Madrasah Diniyah
adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada
jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang
pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur
luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik
menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama (PP 73, Pasal
22 ayat 3). Oleh karena itu, maka Menteri Agama d/h Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam
rangka membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis
dan terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan unutk
mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan dan leingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga
tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah
DIniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2
tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang
belakar pada sekolah Dasar dan SMP/SMU.
Sebagai bagian dari pendidikan luar
sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1.
Melayani
warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang
hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
2.
Membina
warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang
diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan
ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi, dan
3.
Memenuhi
kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan
sekolah (TP 73 Pasal.2 ayat 2 s.d 3).
Untuk menumbuh kembangkan ciri
madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, amka tujuan madrasah
diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekla kemampuan dasar dan keterampilan
dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim,
anggota masyarakat dan warga Negara”.
Dalam program pengajaran ada
bebarapa bidang studi yang diajarkan seperti Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak,
Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri
diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung
dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfungsi untuk
memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian
nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun
Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam
sekitar. Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing,
mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati
syariat Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan
dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW
dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang
pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan
Islam dan hubungan antar bangsa dengan pendekatan komunikatif. Dan praktek
ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada
dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya
dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor Wilayat/Depag Propinsi dan
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan
pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak
menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara
umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang
berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.
d. Administrasi Madrasah Diniyah
Administrasi
Madrasah Diniyah ialah segala usaha bersama untuk mendayagunkan sumber-sumber,
baik personil maupun materil secara efektif dan efisien guna menunjang
tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Diniyah secara optimal.
Prinsip
Umum Administrasi Madrasah Diniyah
1.
bersifat praktis, dapat dilaksanakan
sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di madrasah DIniyah.
2.
Berfungsi sebagai sumber informasi
bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan proses belajar mengajar.
3.
Dilaksanakan dengan suatu system
mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.
Ruang
Lingkup
1.
Secara makro administrasi pendidikan
di Madrasah Diniyah mencakup :
a.
Kurikulum
b.
Warga belajar
c.
Ketenagaan
d.
Keuangan
e.
Saran/prasarana/gedung dan
perlengkapan lainnya
f.
Hubungan kerjasama dengan masyarakat
2.
Dilihat dari Proses kegiatan
pengelolaan dan perlengkapan, maka administrasi pendidikan mencakup :
a.
Kegiatan merencakanan (planning)
b.
Kegiatan mengorganisasikan
(Organizing)
c.
Kegiatan mengarahkan (Directing)
d.
Kegiatan Mengkoordinasikan
(Coordinating)
e.
Kegiatan mengawasi (Controling), dan
f.
Kegiatan evaluasi
Peranan
Pimpinan
Dalam
pelaksanaan administrasi termasuk administrasi pendidikn diperlukan seorang
pimpinan yang berpandangan luas dan berkemampuan, baik dilihat dari segi
pengetahuan, keterampilan maupun dari sikap.
Hal
ini diperukan, karena pimpinan harus menciptakan dan melaksanakan hubungan yang
baik antara :
1.
Kepala madrasah dengan guru
2.
Guru dengan guru
3.
guru dengan penjaga madrasah
4.
Kepala Madrasah, guru dan masyarakat
Dalam
pengelolaan administrasi ada beberapa kegiatan yang dapat menunjang pelaksanaan
kurikum diantaranya :
1.
Kegiatan mengatur proses belajar
mengajar
2.
Kegiatan mengatur murid (warga
belajar)
3.
Kegiatan mengatur kepegawaian
4.
Kegiatan mengatur gedung dna
perlengkapan madrasah
5.
Kegiatan mengatur keuangan
6.
Kegiatan mengatur hubungan Madrasah
dengan masyarakat.
7.
Tugas serta tanggungjawab guru dan
kepala madrasah
8.
Mengembangkan dan menyempurnakan
sejumlah instrument administrasi madrasah diniyah.[8]
d. Madrasah Pada Masa Sekarang
Era globalisasi dewasa ini dan dimasa datang sedang
dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia
umumnya, atau pendidikan Islam, termasuk pesantren dan Madrasah khususnya.
Argumen panjang lebar tak perlu dikemukakan lagi, bahwa masyarakat muslim tidak
bisa menghindari diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin
berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitif di masa kini dan abad
21.
Globalisasi yang berlangsung dan
melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak
yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini tidak bersumber dari Timur Tengah,
melainkan dari barat, yang terus memegang supremasi dan hegemoni
dalam berbagai lapangan kehidupan masyarakat dunia umumnya. Dominasi dan
hegemoni politik barat dalam segi-segi tertentu mungkin saja telah “merosot”,
khususnya sejak terakhirnya perang dunia kedua, dan “perang dingin”. Belum lama
ini, tetapi hegemoni ekonomi dan sains-teknologi barat tetap belum
tergoyahkan. Meski muncul beberapa kekuatan ekonomi baru, seperti Jepang dan
Korea Selatan, tetapi “kultur” hegemoni ekonomi dan sains teknologinya tetap
sarat dengan nilai-nilai Barat.
Melihat begitu derasnya pengaruh
barat yang mengarah pada hegemoni terhadap masyarakat muslim dalam segala aspek
kehidupannya, maka madrasah harus segera berbenah diri. Madrasah sebagai
institusi pendidikan yang konsen dan inten dalam usaha transformasi nilai-
nilai Islam harus dapat menampilkan perannya sebagai counter terhadap imperialisme
kultural (cultur imperialism) yang sedang gencar-gencarnya menyerbu dunia
timur (masyarakat muslim) khususnya di Indonesia
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Madrasah diniyah adalah salah satu
lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam pengembangan
pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan lembaga yang
memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset oleh pemerintah
yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan bisa
mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya.
Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua
tingkatan: ula (awal), wusto (menangah),
hingga ala (atas).
Dalam keadministrasian meliputi
beberapa urusan diantaranya: urusan administrasi, urusab Kurikuler, Urusan
kewargaan belajar, urusan saran dan prasrana, dan urusan Humas
Dalam hal keorganisasiannya meliputi
Kepala Madrasah Diniyah, Wali Kelas, Guru Pembimbing, BP3, guru mata pelajaran,
tenaga kependidikanlainnya.
Untuk menjadi Madrasah Diniyah yang
ideal maka yang sangat diperlukan adalah memperhatikan keadministrasian yang mapan,
kurikulum yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang ditambahkan dengan
ektrakulikuler yang disesuaikan dengan lingkungan belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode
Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Hasbullah,
sejarah pendidikan islam di Indonesia
(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996)
Ramayulis, sejarah
pendidikan islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012)
[1] Hasbullah, sejarah pendidikan islam di Indonesia (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 160
[2] Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 50
[3] Hamdihi, Apa Sih Madrasah Diniyah Itu?????, http://kkmdsaketi.blogspot.com/2013/09/apa-sih-madrasah-diniyah-itu.html,
diakses 2
November 2014, jam 01:04 AM
[4] Eko pesek 046, Sejarah Perkembangan Ibtidaiyah Di Indonesia,
http://ilmudankesahatan.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-madrasah.html, diakses pada 2 November 2014,
jam 10:07 AM
[5] Hasbullah, hal 160
[6] Marifudin, Sejarah Madrasah Di Indonesia, http://marifudin.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/,
diakses pada 2
November 2014, jam 10:17 AM
[7] Hamdihi, apa sih madrasah itu?, http://kkmdsaketi.blogspot.com/2013/09/apa-sih-madrasah-diniyah-itu.html, diakses pada 2 november 2014,
jam 10:32 PM
[8] Miftahul Ulum Rancamulya, Makalah Diniyah (MDA), http://cekong19.blogspot.com/2012/04/makalah-diniyah-mda.html,
diakses pada 02
november 2014, jam 11:39 PM
If you're trying to lose weight then you certainly need to jump on this brand new personalized keto plan.
BalasHapusTo produce this keto diet service, certified nutritionists, fitness couches, and professional cooks united to develop keto meal plans that are efficient, convenient, economically-efficient, and fun.
From their launch in early 2019, thousands of individuals have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a great keto plan can offer.
Speaking of benefits; clicking this link, you'll discover eight scientifically-proven ones provided by the keto plan.