Minggu, 23 November 2014

Sejarah Pendidikan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Agama islam adalah agama yang diturunkan terakhir oleh Allah kepada mabi Muhammad Saw, mulai saat itu ajaran islam pun di kenalkan di dalam masyarakat, selain itu Madrasah adalah salah satu jenis tempat pendidikan yang ada di Indonesia, adapun sistem pendidikan dalam madrasah adalah mengombinasikan antara pendidikan agama dan pendidikan non agama. Madrasah muncul pada pertengahan abad ke 20 yang tujuan utamanya ingin mengembangkan pendidikan islam, dan menyebar luaskan ajaran-ajaran islam.
Sejarah Islam di Indonesia memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan (terutama di Jawa) dengan nama sorogan, bandongan dan halaqah. Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah setempat disebut: surau, dayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama lainnya.
Madrasah diniyah sebagai lembaga lembaga pendidikan islam telah ada bersamaan dengan penyebaran Agama Islam di Indonesia. Dimasa pemerintahan hindia belanda, hampir semua desa di Indonesia yang penduduknya sebagian beragama Islam terdapat Madrasah diniyah dengan berbagai macam bentuk penyelenggaraannya. Pada waktu itu madarasah diniyah mendapatkan bantuan dari para sultan selaku penguasa setempat.
Setelah Indonesia merdeka madrasah diniyah semakin mendapatkan dukungan meski tidak mendapatkan dukungan secara maksimal, dalam perkembangannya maklumat BPKNIP tanggal 22 Desember 1945 menganjurkan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran sekurang-kurangnya diselenggarakan di langgar, surau, Masjid dan madrasah terus dan tingkat.
Melihat perkembangan yang demikian inilah perlu kita renungkan, bahwasanya eksistensi madrasah Diniyah sangat penting keberadaannya untuk mempertahankan komposisi yang ideal di masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu Bangsa yang berkepribadian luhur.
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya.
Keberadaan lembaga ini sangat menjamur dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan anak-anak pra dewasa. Apalah lagi sudah memiliku legalitas dari pemerintah melalui perundang-undangannya. Kelegalitasan ini menuntut Madrasah Diniyah untuk memiliki kurikulum yang mendukung, keadminitrasian yang mapan serta managemen yang professional.
Dalam makalah ini penulis akan mengupas sedikit tentang sejarah, keadministrasikandan kurikulum madrasah diniyah yang insya Allah akan membentuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga madrasah ini.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Madrasah Diniyah Awaliyah?
2.      Bagaimana sejarah Madrasah Diniyah Awaliyah?
3.      Bagaimana perkembangan Madrasah Diniyah Awaliyah?

C.    Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian Madrasah Diniyah Awaliyah
2.      Untuk mengetahui sejarah Madrasah Diniyah Awaliyah
3.      Untuk mengetahui perkembangan Madrasah Diniyah Awaliyah


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Madrasah Diniyah Awaliyah
Kata madrasah diambil dari akar kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini sehingga berarti tempat untuk belajar.[1] Istilah madrasah sering diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam.
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya : diartikan : “ini jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar”.[2] Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
pengertian Madrasah Diniyatul Awaliyah adalah satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama islam tingkat dasar dengan masa belajar 4 (empat) tahun, dan jumlah jam belajar 18 jam seminggu. Pengertian tersebut sekaligus membedakan antara Madrasah Diniyah dan Madrasah Ibtidaiyah sekalipun pada satu sisi terdapat kesamaan yakni sebagai pendidikan agama Islam tingkat dasar. Perbedaan tersebut terletak bahwa Madrasah Ibtidaiyah merupakan pendidikan formal, meliputi pelajaran agama 30% dan umum 70 % yang umumnya diselenggarakan sejak pagi (sama dengan SD).
Sedangkan Madrasah Diniyah merupakan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh swasta (hasil swadaya masyarakat), hanya berisikan pelajaran agama yang umumnya diselenggarakan selepas pendidikan di SD pada siang hari. Sealur dengan pendapat di atas Abdurrahman Wahid menyatakan mengenai sistem pendidikan madrasah di Indonesia. Bahwa sistem pendidikan di Indonesia mempunyai 3 model, yaitu:
1)      Madrasah Diniyah
2)       Madrasah SKB (surat keputusan bersama) tiga mentri
3)      Madrasah Pesantren
Madarasah Diniyah sepenuhnya mengajarkan agama dan diatur oleh keputusan menteri agama tahun 1964. Madrasah ini mengenal 3 jenjang;
1)      Madrasah Awaliyah
2)      Madrasah Wustha
3)      Madarasah Ulya
Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas maka Madrasah Diniyatul Awaliyah merupakan sub sistem dari sistem pendidikan madrasah di Indonesia yang di dalamnya mempelajari dan mengkaji masalah-masalah keagamaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Dan kurikulumnya ditetapkan oleh Departemen Agama. Dalam hal ini pelajaran-pelajaran Madrasah Diniyah adalah bersifat keagamaan. Muatan Madrasah Diniyah ini lebih didominasi oleh pelajaran-pelajaran atau kajian ala pesantren yang diintensifkan melalui madrasah.[3] Oleh karena itu dari sudut penguasaan ilmu-ilmu keagamaan hasilnya tidak diragukan lagi, akan tetapi madrasah yang semacam ini tidak berijasah formal.

B.     Sejarah Madrasah
Pertama kali timbul istilah “Madrasah” adalah berkenaan dengan upaya khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid guna menyediakan fasilitas belajar ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu penopang lainnya dilingkungan klinik (Bimaristain) yang dibangunya di Baghdad. Komplek ini dikenal dengan sebutan “Madrasah Baghdad”. Namun kelihatannya pemakaian istilah tersebut cenderung anatema, terutama kalau diperhatikan tidak adanya kelanjutan dari madrasah Baghdad, kecuali munculnya Bait al-Hikmah dimasa Makmun.[4]
Madrasah sebagai lembaga pendidikan islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke-10 11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan islam model madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui menteri dari Kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham al Mulk” yang mendirikan madrasah “Nizhamiyah” tahun 1065 M yang oleh Gibb dan Kramers disebutkan, bahwa setelah madrasahnya Nizham al Mulk ini dirikan madrasah terbesar oleh Shalahudin al Ayyubi.[5]
a.      Sejarah madrasah di indonesia
      Madrasah adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan Belanda madrasah didirikan untuk semua warga.Sejarah mencatat , Madrasah pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah  Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H.  Abdul Somad di Jambi.[6]
            Madrasah berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin  Ulya ( mulai 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan  belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang sejarah madrasah di indonesia.
Organisasi-organisasi yang mempunyai peranan besar dalam perkembangan madrasah di Indonesia antara lain :
1.      Nahdhatul ‘Ulama (NU)
NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya dengan tokoh yang memprakasai berdirinya K.H. Hasyim’Asyari dan K.H Wahab Hasbullah.
2.      Perhimpunan Umat Islam
Ini merupakan fusi Perikatan Umat Islam yang didirikan di Majalengka Jawa Barat oleh K.H A.Halim pada rahun 1917 dan Al-Ittihad Al-Islamiyah yang didirikan di Suka Bumi oleh K.H A.Sanusi pada tahun 1931.
3.      Persatuan Islam (Persis)
Persis merupakan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan yang didirikan di Bandung pada 17 September 1923 atas prakasa K.H M.Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dua orang saudagar asal Palembang yang telah lama menetap di Jawa Barat. Persis memiliki beberapa lembaga pendidikan, di antranya Taman Kanak-kanak HIS, sekolah MULO, Sekolah Guru dan beberapa pesantren.
4.      Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
PERTI merupakan organisasi sosial yang didirikan pada 5 Mei 1930 di Candung, Bukit Tinggi. Bergerak dalam bidang sosial, pendidikan dan dakwah. Pendirinya adalah para alim ulama’ tersohor di Sumatra Barat, di antaranya ialah Syekh Suleman Arrasuli Candung, Syekh Muhammad Abbas Al-Kadi Bukit Tinggi, Syekh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, dan Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang.
5.      Perserikatan Ulama’
Organisasi ini didirikan pada tahun 1917 di Majalengka oleh K.H Abdul Halim.
6.      Al-Jam’iyatul Washiliyah
Al-Jam’iyatul Washiliyah adalah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang sosial keagamaan di Indonesia. Organisasi ini didirikan di Medan, Sumatra Utara pada 30 November 1930 (9 Rajab 1349 H). Organisasi ini didirikan atas inisiatif sekelompok siswa Maktab Islamiyah Tapanuli Medan yang tergabung dalam sebuah kelompok diskusi yang bernama “Debating Club”
b.      Sejarah Madrasah Diniyah
Sejarah Islam di Indonesia memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan (terutama di Jawa) dengan namasorogan, bandongan dan halaqah. Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah setempat disebut: suraudayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama lainnya.
Perubahan kelembagaan paling penting terjadi setelah berkembangnya sistem klasikal, yang awalnya diperkenalkan oleh pemerintah kolonial melalui sekolah-sekolah umum yang didirikannya di berbagai wilayah Nusantara. Di Sumatera Barat pendidikan keagamaan klasikal itu dilaporkan dipelopori oleh Zainuddin Labai el-Junusi (1890-1924), yang pada tahun 1915 mendirikan sekolah agama sore yang diberi nama “Madrasah Diniyah” (Diniyah School, al-Madrasah al-Diniyah). Sistem klasikal seperti rintisan Zainuddin berkembang pula di wilayah Nusantara lainnya, terutama yang mayoritas penduduknya Muslim. Di kemudian hari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulah yang menjadi cikal bakal dari madrasah-madrasah formal yang berada pada jalur sekolah sekarang. Meskipun sulit untuk memastikan kapan madrasah didirikan dan madrasah mana yang pertama kali berdiri, namun Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) mengakui bahwa setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyahlah yang berkembang menjadi mad-rasah-madrasah formal. Dengan perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, dari jalur “luar sekolah” yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi “sekolah” di bawah pembinaan Departemen Agama.
Meskipun demikian tercatat masih banyak pula madrasah diniyah yang mempertahankan ciri khasnya yang semula, meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa yang lebih kemudian, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964, tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru, sebagai pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid sekolah umum. Madrasah diniyah itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendi-dikan sekolah umum, yaitu Madrasah Diniyah Awwaliyah untuk murid Sekolah Dasar, Wustha untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan ‘Ulya untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Madrasah diniyah dalam hal itu dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan klasikal jalur luar sekolah bagi murid-murid sekolah umum. Data EMIS (yang harus diperlakukan sebagai data sementara karena ketepatan-nya dapat dipersoalkan) mencatat jumlah madrasah diniyah di Indonesia pada tahun ajaran 2005/2006 seluruhnya 15.579 buah dengan jumlah murid 1.750.010 orang.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini.
Keberadaan peraturan perundangan tersebut seolah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Secara umum, setidaknya sudah ada beberapa karakteristik pendidikan diniyah di bumi nusantara ini. 
Pertama, Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen) yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok pesantren. Pendidikan diniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan swadaya masyarakat, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan pengetahuan agama di luar jalur sekolah formal. 
Kedua, pendidikan diniyah yang berada dalam lingkaran pondok pesantren tertentu, dan bahkan menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren. 
Ketiga, pendidikan keagamaan yang diselenggarakan sebagai pelengkap (komplemen) pada pendidikan formal di pagi hari. 
Keempat,pendidikan diniyah yang diselenggarakan di luar pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di pagi hari, sebagaimana layaknya sekolah formal.

C.    Perkembangan Madrasah di Indonesia
a. Masa Penjajahan
Pada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah tumbuh atas dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam. Pertumbuhan Madrasah menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif terhadap pendidikan Hindia Belanda, kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru agama dipersalahkan ketika menghadapi gerakan kristenisasi dengan alasan ketertiban dan keamanan.
            Madrasah pada masa Hindia Belanda mulai tumbuh meskipun memperoleh pengakuan yang setengah-setengah dari pemerintah Belanda. Tetapi pada umumnya madrasah- madrasah itu, baik di Minangkabau, Jawa dan Kalimantan, berdiri semata-mata karena kreasi tokoh dan organisasi tertentu tanpa dukungan dan legitimasi dari pemerintah.
            Pemerintah Kolonial menolak eksistensi pondok pesantren dalam sistem pendidikan yang hendak dikembangkan di Hindia Belanda. Kurikulum maupun metode pembelajaran keagamaan yang dikembangkan di pondok pesantren bagi pemerintah kolonial, tidak kompatibel dengan kebijakan politik etis dan modernisasi di Hindia Belanda. Di balik itu, pemerintah kolonial mencurigai peran penting pondok pesantren dalam mendorong gerakan-gerakan nasionalisme dan prokemerdekaan di Hindia Belanda.
     Menyikapi kebijakan tersebut, tokoh-tokoh muslim di Indonesia akhirnya mendirikan dan mengembangkan madrasah di Indonesia didasarkan pada tiga kepentingan utama, yaitu: 
1.      Penyesuaian dengan politik pendidikan pemerintah kolonial.
2.      Menjembatani perbedaan sistem pendidikan keagamaan dengan sistem pendidikan modern.
3.      Agenda modernisasi Islam itu sendiri.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengantarkan pendidikan Islam ke dalam babak sejarah baru, yang antara lain ditandai dengan pengukuhan sistem pendidikan Islam sebagai pranata pendidikan nasional. Lembaga-lembaga pendidikan Islam kini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang serta meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan nasional. 
Di dalam Undang-Undang itu setiap kali disebutkan sekolah, misalnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu sekolah dasar, selalu dikaitkan dengan madrasah ibtidaiyah, disebutkan sekolah menengah pertama dikaitkan dengan madrasah tsanawiyah, disebutkan sekolah menengah dikaitkan dengan madrasah aliyah, dan lembaga-lembaga pendidikan lain yang sederajat, begitu pula dengan lembaga pendidikan non formal.
Kebijakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih berlanjut pada masa penjajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa modifikasi. Berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada masa sebelumnya. Namun demikian, pemerintah Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendidikan Jepang di Indonesia.
Dalam Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar sistem pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.

b. Madrasah Pada Masa Orde Lama.
 Madrasah pada Awal Masa Kemerdekaan. Di awal kemerdekaan, tidak dengan sendirinya madrasah dimasukkan kedalam system pendidikan nasional. Madrasah memang tetap hidup, tetapi tidak memperoleh bantuan sepenuhnya dari pemerintahan. Adanya perhatian pemerintah baru diwujudkan denagan PP No. 33 Tahun 1949 dan PP No. 8 Tahun 1950, yang sebelumnya telah dikeluarkan peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1946, No. 7 Tahun 1952, No. 2 Tahun 1960 dan terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian bantuan kepada madrasah. Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Madrasah Diniyah, Madrasah SKB 3 Mentri dan Madrasah Pesantren. Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah).
Memasuki awal orde lama, pemerintah membentuk departemen agama yang resmi berdiri pada Tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan pendidikan islam di Indonesia. Orientasi usaha departemen agama dalam bidang pendidikan islam bertumpu pada aspirasi umat islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah. Disamping Pada pengembangan madrasah itu sendiri.
Salah satu perkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa orde lama ialah: Didirikan dan dikembangkannya pendidikan guru agama dan pendidikan hakim islam negri. madrasah ini menandai perkembangan yang sangat penting di mana madrasah dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga professional keagamaan, disamping mempersiapkan tenaga-tenaga yang siap mengembangkan madrasah.
Pada Tanggal 3 Desember 1960 keluar ketetapan MPRS no II/MPRS/1960 tentanng “garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana, tahapan pertama tahun 1961-1969” ketetapan ini menyebutkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai di sekolah rakyat sampai universitas-universitas negri,dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya. Namun demikian, dalam kaitannya dengan madrasah ketetapan ini telah memberi perhatian meskipun tidak terlalu berarti, dengan merekomondasikan agar madrasah hendaknya berdiri sendiri sebagai badan otonom dibawah pengawasan departemen pendidikan dan kebudayaan.

c. Madrasah Masa Orde Baru
Pembinaan Pemerintah Terhadap Madrasah
Usaha peningkatan dan pembinaan   dalam pendidikan madrasah ini kembali terwujud dengan adanya Surat Keputusan Besama (SKB)  pada tahun 1975  yang menegaskan bahwa : yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan agama  Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping matapelajaran umum.
1.      MadarasahIbtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2.      Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama
3.      Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga menteri terus berlangsung  dengan tujuan mencapai mutu yang dicita-citakan. Penyamaan madrasah dengan sekolah umum tidak hanya dalam hal penjenjangan saja, namun juga dalam hal struktur program dan kurikulum juga mengalami pembakuan dan penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya Keputusan Besama Menteri Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama  No. 0299/U/1984 dan No. 45 Tahun1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Perbedaan terlihat pada identitas madrasah, yang menjadikan pendidikan dengan pelajaran agama sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran  umum.
Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975, Nomor 037/4 1975 dan Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah sama dengan sekolah umum, ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat. Lulusan Madrasah Aliyah dapat melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi umum dan agama.
Pemerintah orde baru melakukan langkah konkrit berupa penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam konteks ini, penegasan definitif tentang madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya. Melalui upaya ini dapat dikatakan bahwa Madrasah berkembang secara terpadu dalam sistem pendidikan nasional. Pada masa orde baru ini madrasah mulai dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat kelas rendah sampai masyarakat menengah keatas.
Sedangkan pertumbuhan jenjangnya menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang secara berturut-turut sebagai berikut :
1)      Raudatul Atfal (Bustanul Atfal).
Raudatul Atfal atau Bustanul Atfal terdiri dari 3 tingkat :
1.      Tingkat A untuk anak umur 3-4 tahun
2.      Tingkat B untuk anak umur 4-5 tahun
3.      Tingkat C untuk anak umur 5-6 tahun
2)      Madrasah Ibtidaiyah.
Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.
3)      Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.
4)      Madrasah Aliyah.
Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah keatas dan menjadikan mata pelajaran agama Islam. Sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum. Dewasa ini Madrasah Aliyah memiliki jurusan-jurusan : Ilmu Agama, Fisika, Biologi, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Budaya.
5)      Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan dan pelajaran agama Islam, yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama Islam. Madrasah Diniyah ini terdiri 3 tingkat :
1.      Madrasah Diniyah Awaliyah ialah Madrasah Diniyah tingkat permulaan dengan kelas 4 dengan jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dan seminggu.
2.      Madrasah Diniyah Wusta ialah Madrasah Diniyah tingkat pertama dengan masa belajar 2 (dua) tahun dari kelas I sampai kelas II dengan jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
3.      Madrasah Diniyah Ula ialah Madrasah Diniyah tingkat menengah atas dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai kelas II dengan jumlah jam pelajaran 18 jam pelajaran dalam seminggu.
pengajaran pendidikan agama atau Madrasah Diniyah itu banyak didominasi oleh pengajaran ala pesantren baik dari Diniyatul Ula, Wustha, dan Ulya. Yang mungkin tidak terlepas dari ciri khas dan sifat independen lembaga atau pesantren tersebut.

a.      Tujuan dan fungsi Diniyatul Awaliyah
Tujuan umum madarasah Diniyah adalah sebagai mana tertuang dalam pedoman penyelenggaraannya dan pembinaan Madrasah Diniyah yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam Departemen Agama RI Tahun 2000. Tujuan tersebut sebagai berikut: ”Pendidikan dan pengajaran pada Madrasah Diniyah bertujuan untuk memberikan tambahan dan pendalaman pengetahuan agama islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama di sekolah umum”.
Berdasarkan tujuan umum tersebut lebih lanjut dirumuskan dalam tujuan institusional yang dapat dispesifikan berdasarkan bidang pengetahuan, pengalaman, nilai dan sikap, sebagai berikut:
a)      Dalam bidang pengetahuan agar siswa memiliki pengetahuan tentang agama Islam dan bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran Islam.
b)      Dalam bidang pengamalan agar siswa dapat mengamalkan ajaran agama islam, dapat belajar dengan cara yang baik dan dapat bekerja sama dengan orang lain serta dapat menggunakan bahasa Arab.
c)       Dalam bidang nilai dan sikap agar siswa dapat memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap ajaran islam; baik bagi dirinya, agamanya, sosial dan budaya sekitarnya.
Secara simpel, tujuan pendidikan Madrasah Diniyah menurut Ahmad Tafsir dalam wawancara pada tanggal 12 oktober 2002 ada tiga, yaitu sebagai berikut:
a)      Agar peserta didik memiliki akhlak yang baik.
b)      Agar peserta didik mampu shalat.
c)      Agar peserta didik mampu membaca dan menulis Al-Quran
Dasar dari tujuan madrasah diniyatul awaliyah ini sama dengan tujuan madrasah diniyatul pada tingkat sesudahnya (Wustha dan Ulya) yaitu di samping sebagai tuntutan secara normatif juga sebagai tuntutan dari orang tua dan kebutuhan masyarakat yang memang mengarah pada tiga tujuan yang telah dikemukakan di atas. Maka dari itu secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Aspek keterampilan bahasa Arab dimungkinkan anak dapat membaca dan menulis Al-Quran.
b)      Aspek pengetahuan dan pengalaman agar anak dapat menguasai dan mengamalkan ajaran Islam.
c)      Aspek sikap, dengan terbiasanya anak berakhlkul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Selain mempunyai tujuan, Diniyatul Awaliyah pun mempunyai fungsi yang sangat vital. Adapun Fungsi Madrasah Awaliyah di antaranya:
a)      Menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang terdiri dari Al-Quran, hadits, tajwid, aqidah akhlaq, fiqh, sejarah kebudayaan Islam, bahasa Arab dan praktik ibadah.
b)      Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tambahan pendidikan agama Islam terutama bagi siswa yang belajar pada sekolah dasar.
c)      Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengamalan ajaran agama Islam.
d)     Membina hubungan kerja sama dengan orang tua, warga belajar dan masyarakat.
e)       Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga pendidikan serta perpustakaan[7]

b.      Ciri-ciri Madrasah Diniyah
Dengan meninjau secara pertumbuhan dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan sub-sistem Madrasah Diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:
1.      Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal.
2.      Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan  tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3.      Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4.      Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
5.      Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat, dan warga didiknya tidak harus sama.
6.      Madrasah Diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacammacam.

c.       Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pada pasal 1 ayat 1 disebutkan “Penyelenggaraan pendidikan diluar sekolah boleh dilembagakan dan boleh tidak dilembagakan”. Dengan jenis “pendidikan Umum” (psl 3. ayat.1). sedangkan kurikulum dapat tertulis dan tertulis (pasl. 12 ayat 2). Bahwa Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama (PP 73, Pasal 22 ayat 3). Oleh karena itu, maka Menteri Agama  d/h Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan unutk mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan leingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah DIniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang belakar pada sekolah Dasar dan SMP/SMU.
Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1.      Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
2.      Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi, dan
3.      Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah (TP 73 Pasal.2 ayat 2 s.d 3).
Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, amka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekla kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.
Dalam program pengajaran ada bebarapa bidang studi yang diajarkan seperti Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar. Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa dengan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor Wilayat/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.

d.      Administrasi Madrasah Diniyah
Administrasi Madrasah Diniyah ialah segala usaha bersama untuk mendayagunkan sumber-sumber, baik personil maupun materil secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Diniyah secara optimal.

Prinsip Umum Administrasi Madrasah Diniyah
1.      bersifat praktis, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di madrasah DIniyah.
2.      Berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan proses belajar mengajar.
3.      Dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.
Ruang Lingkup
1.      Secara makro administrasi pendidikan di Madrasah Diniyah mencakup :
a.       Kurikulum
b.      Warga belajar
c.       Ketenagaan
d.      Keuangan
e.       Saran/prasarana/gedung dan perlengkapan lainnya
f.       Hubungan kerjasama dengan masyarakat
2.      Dilihat dari Proses kegiatan pengelolaan dan perlengkapan, maka administrasi pendidikan mencakup :
a.       Kegiatan merencakanan (planning)
b.      Kegiatan mengorganisasikan (Organizing)
c.       Kegiatan mengarahkan (Directing)
d.      Kegiatan Mengkoordinasikan (Coordinating)
e.       Kegiatan mengawasi (Controling), dan
f.       Kegiatan evaluasi
Peranan Pimpinan
Dalam pelaksanaan administrasi termasuk administrasi pendidikn diperlukan seorang pimpinan yang berpandangan luas dan berkemampuan, baik dilihat dari segi pengetahuan, keterampilan maupun dari sikap.
Hal ini diperukan, karena pimpinan harus menciptakan dan melaksanakan hubungan yang baik antara :
1.      Kepala madrasah dengan guru
2.      Guru dengan guru
3.      guru dengan penjaga madrasah
4.      Kepala Madrasah, guru dan masyarakat
Dalam pengelolaan administrasi ada beberapa kegiatan yang dapat menunjang pelaksanaan kurikum diantaranya :
1.      Kegiatan mengatur proses belajar mengajar
2.      Kegiatan mengatur murid (warga belajar)
3.      Kegiatan mengatur kepegawaian
4.      Kegiatan mengatur gedung dna perlengkapan madrasah
5.      Kegiatan mengatur keuangan
6.      Kegiatan mengatur hubungan Madrasah dengan masyarakat.
7.      Tugas serta tanggungjawab guru dan kepala madrasah
8.      Mengembangkan dan menyempurnakan sejumlah instrument administrasi madrasah diniyah.[8]

d. Madrasah Pada Masa Sekarang
Era globalisasi dewasa ini dan dimasa datang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya, atau pendidikan Islam, termasuk pesantren dan Madrasah khususnya. Argumen panjang lebar tak perlu dikemukakan lagi, bahwa masyarakat muslim tidak bisa menghindari diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitif di masa kini dan abad 21.
Globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini tidak bersumber dari Timur Tengah, melainkan dari barat, yang terus memegang supremasi dan hegemoni dalam berbagai lapangan kehidupan masyarakat dunia umumnya. Dominasi dan hegemoni politik barat dalam segi-segi tertentu mungkin saja telah “merosot”, khususnya sejak terakhirnya perang dunia kedua, dan “perang dingin”. Belum lama ini, tetapi hegemoni ekonomi dan sains-teknologi barat tetap belum tergoyahkan. Meski muncul beberapa kekuatan ekonomi baru, seperti Jepang dan Korea Selatan, tetapi “kultur” hegemoni ekonomi dan sains teknologinya tetap sarat dengan nilai-nilai Barat.
Melihat begitu derasnya pengaruh barat yang mengarah pada hegemoni terhadap masyarakat muslim dalam segala aspek kehidupannya, maka madrasah harus segera berbenah diri. Madrasah sebagai institusi pendidikan yang konsen dan inten dalam usaha transformasi nilai- nilai Islam harus dapat menampilkan perannya sebagai counter terhadap imperialisme kultural (cultur imperialism) yang sedang gencar-gencarnya menyerbu dunia timur (masyarakat muslim) khususnya di Indonesia


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Madrasah diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam pengembangan pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan lembaga yang memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset oleh pemerintah yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan bisa mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua tingkatan: ula (awal), wusto (menangah), hingga ala (atas).
Dalam keadministrasian meliputi beberapa urusan diantaranya: urusan administrasi, urusab Kurikuler, Urusan kewargaan belajar, urusan saran dan prasrana, dan urusan Humas
Dalam hal keorganisasiannya meliputi Kepala Madrasah Diniyah, Wali Kelas, Guru Pembimbing, BP3, guru mata pelajaran, tenaga kependidikanlainnya.
Untuk menjadi Madrasah Diniyah yang ideal maka yang sangat diperlukan adalah memperhatikan keadministrasian yang mapan, kurikulum yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang ditambahkan dengan ektrakulikuler yang disesuaikan dengan lingkungan belajar.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Hasbullah, sejarah pendidikan islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)
Ramayulis, sejarah pendidikan islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012)



[1] Hasbullah, sejarah pendidikan islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 160
[2] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 50
[3] Hamdihi, Apa Sih Madrasah Diniyah Itu?????, http://kkmdsaketi.blogspot.com/2013/09/apa-sih-madrasah-diniyah-itu.html, diakses 2 November 2014, jam 01:04 AM
[4] Eko pesek 046, Sejarah Perkembangan Ibtidaiyah Di Indonesia, http://ilmudankesahatan.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-madrasah.html, diakses pada 2 November 2014, jam 10:07 AM
[5] Hasbullah, hal 160
[6] Marifudin, Sejarah Madrasah Di Indonesia, http://marifudin.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/, diakses pada 2 November 2014, jam 10:17 AM
[7] Hamdihi, apa sih madrasah itu?, http://kkmdsaketi.blogspot.com/2013/09/apa-sih-madrasah-diniyah-itu.html, diakses pada 2 november 2014, jam 10:32 PM
[8] Miftahul Ulum Rancamulya, Makalah Diniyah (MDA), http://cekong19.blogspot.com/2012/04/makalah-diniyah-mda.html, diakses pada 02 november 2014, jam 11:39 PM

1 komentar:

  1. If you're trying to lose weight then you certainly need to jump on this brand new personalized keto plan.

    To produce this keto diet service, certified nutritionists, fitness couches, and professional cooks united to develop keto meal plans that are efficient, convenient, economically-efficient, and fun.

    From their launch in early 2019, thousands of individuals have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a great keto plan can offer.

    Speaking of benefits; clicking this link, you'll discover eight scientifically-proven ones provided by the keto plan.

    BalasHapus