BAB I
PENDAHULUAN
Manusia memiliki sifat
ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia tersebut
disebut pengetahuan. Pengetahuan dibedakan menjadi 4 (empat) ,yaitu pengetahuan
indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, pengetahuan agama. Istilah
“pengetahuan” (knowledge) tidak sama dengan “ilmu
pengetahuan”(science).Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari
pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan ilmu adalah
pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta ilmu
juga bersifat universal.
Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan
dan dunia yang Kita sebut sebut "filosofis"
dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsepsi-konsepsi religius dan etis
warisan; kedua, semacam penelitian yang
biasa disebut "ilmiah" dalam pengertian yang luas. Kedua
faktor ini mempengaruhi sistem-sistem yang dibuat oleh para filosof secara
perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tetapi kedua faktor inilah yang sampai batas-batas tertentu, mencirikan
filsafat. Filsafat, sebagaimana yang
disampaikan Bertrand Russell, adalah sesuatu yang berada di
tengah-tengah antara teologi dan sains.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Filsafat Menurut Para Ahli
Istilah Filsafat
berasal dari bahsasa Yunani “ Philosofi
” dan dalam perkembangan berikutnya dikenal di dalam bahasa lain yaitu,
Philosofie (Jerman, Belanda, dan Prancis), Philosofhy (Inggris), Philosophia
(Latin), dan Falsafah (Arab).[1]
Namun arti kata diatas
belum menghasilkan pengertian yang hakiki (sebenarnya) dari kata fisafat. Aktifitas
budi yang dilakukan oleh para filsuf yang berupa Philosopein, memiliki 2 unsur pokok, yaitu ; pertama, Philen dan
Sophos, kedua Philos dan Sophia. Philen artinya mencintai, Sophos artinya,
bijaksana. Sedangkan secara istilah Philosophia
artinya mencintai berusaha untuk memilikinya.
Dan dari kata inilah
kata “mencintai “ belum menunjukkan atau memperlihatkan keaktifan dari seorang
filosof untuk memperoleh kearifan atau kebijaksanaan tersebut. Menurut
pengertian yang lazim berlaku di Timur (Tiongkok atau India), seseorang dari
filosof apabila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan.
Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata “ mencintai”
tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau “orang
bijaksana” mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.
Menurut Para Ahli/Filsuf Secara
Terminologi
1. Plato (427SM-347SM)
Seorang
Filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan;
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli).[2]
2. Aristoteles (384SM-322SM)
Mengatakan
; Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang didalamnya
terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelelidiki sebab dan asas segala benda).
3. Marcus Tullius Cicero (106SM-43SM)
Seorang
politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan bahwa; Filsafat adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang Maha Agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4. Al-Farabi (W. 950M)
Seorang
Filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Shina, mengatakan; Filsafat adalah Ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya.
5. Immanual Kant (1724 1804SM)
Ia
sering disebut raksasa piring Barat, mengatakan bahwa; Filsafat itu ilmu
pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu:
Ø Apakah
yang dapat diketahui? (dijawab oleh Metafisika)
Ø Apakah
yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh Etika)
Ø Sampai
dimanakah Pengharapan kita? (dijawab oleh Agama)
Ø Apa
itu manusia? (dijawab oleh Antropologi)
6. Prof. Dr. Fuad Hasan (Guru Besar
Psikologi UI)
Beliau
menyimpulkan bahwa; Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal,
artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak
dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan
yang radikal itu Filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal.
7. Drs. H. Hasbullah Bakry
Beliau
merumuskan ; Ilmu Filsafat adalah ilmu
yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauhnya yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap
manusia itu sehaurusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
8. Rene Descartes
Menurut
Rene Descartes, Fisafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
9. Francis Bacon
Menurut
Francis Bacon, Flisafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat
menangani semua pengetahuan dari bidangnya.
10. Jhon Dewey
Sebagai
tokoh Pragmatis, Jhon Dewey berpendapat bahwa filsafat haruslah dipandang sebagai
suatu pengukapan mengenai perjuangan manusia secara terus-menerus dalam upaya
melakukan penyesuaian berbagai tradisi
yang membentuk budi manusia terhadap kecendrungan-kecendrungan ilmiah dan
cit-cita politik yang baru dan yang tidak sejalan dengan wewenang yang diakui.
Tegasnya, filsafat sebagai suatu alat untuk membuat penyesuaian-penyesuaian
diantara yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan.
11. Epicuros
Epicuros
memandang fisafat sebagai jalan mencari kepuasan dan kesenangan dalam hidup. Ia
beguna buat praktek hidup didunia. Filsafat membentukpandangan dunia dan sikap
hidup. Dengan terjawabnya masalah-masalah yang rumit (yang menggelisahkan
filosof), puaslah dia. Pengertian sempit membawa orang sempit berfikir.
Filsafat membawa kepada berfikir luas dan dalam sehingga menimbulkan kepuasan.[3]
12. Leibniz
Leibniz
membandingkan filsafat dengan akar suatu pohon, maka dahan-dahan pohon itu
terjadi dari ilmu yang lain satu demi satu. Dahan tumbuh dan diberi makan oleh
akar. Tanpa akar dahan itu akan layu dan
akan mati. Demikian perbandingan antara filsafat dan ilmu.
13. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Fickte
menyebutkan fisafat sebagai Wissenchaftslehre
: ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang jadi dasar segala ilmu.
14. Herbert
Herbert
berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah mengerjakan pengertian-pengertian yang dipakai ilmu-ilmu yang lain.
15. Paul Nartrop (1854 – 1924 )
Filsafat
sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan
manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
16. Windelband
Windelband
mengatakan sifat filsafat: merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang
suatu keadaan atau hal yang nyata
17. Al-Kindi
Al-Kindi
sebagai ahli fikir pertama dalam filsafat islam yang memberikan pengertian
filsafat dikalangan umat Islam, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan
Ø Ilmu
fisika (ilm-at-thibiyyat), merupakan tingkatan terendah.
Ø Ilmu
matematika (ilm-ar-riyadhi), merupakan tingkatan tengah.
Ø Ilmu
ketuhanan (ilm-ar-rububiyyah), merupakan tingkatan tettinggi.
18. Ibnu Sina
Ibnu
sina juga membagi filsafat dalam teori dan praktek. Kedua itu dihubungkannya
dengan agama. Dasarnya terdapat dalam syariat Tuhan, yang menjelaskan dan
kelengkapannya didapatkan dengan tenaga akal manusia.
A.
Filsafat Beberapa Tokoh
·
Aristoteles
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga
tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika
gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi,
dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang
membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling
penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik,
Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama
yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa
kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori
tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak
mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang
gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat
yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan
sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai
penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian
disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem
berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan
sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang
logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula
pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive
thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi
sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam
menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan
ada dua pernyataan (premis).
Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
§
Sokrates adalah manusia (premis minor)
§
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya
bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki
Karena luasnya lingkup karya-karya dari
Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis,
dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali
seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi
tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal,
etika, politik, dan bahkan teori retorika.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya
tentang keindahan dalam buku poitike. Aristoteles sangat menekankan empirisme
untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun
atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut
keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles
sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan
estetika. [4]
·
Plato
Filosof
Yunani kuno Plato tak pelak lagi cikal bakal filosof politik Barat dan
sekaligus dedengkot pemikiran etika dan metafisika mereka. Pendapat-pendapatnya
di bidang ini sudah terbaca luas lebih dari 2300 tahun. Tak diragukan lagi,
Plato berkedudukan bagai bapak moyangnya pemikir Barat.
Plato
dilahirkan dari kalangan famili Athena kenamaan sekitar tahun 427 SM. Di masa
remaja dia berkenalan dengan filosof kesohor Socrates yang jadi guru sekaligus
sahabatnya. Tahun 399 SM, tatkala Socrates berumur tujuh puluh tahun, dia
diseret ke pengadilan dengan tuduhan tak berdasar berbuat brengsek dan merusak
akhlak angkatan muda Athena. Socrates dikutuk, dihukum mati. Pelaksanaan hukum
mati Socrates, yang disebut Plato "orang terbijaksana, terjujur, terbaik
dari semua manusia yang saya pernah kenal"-- membikin Plato benci kepada
pemerintahan demokratis.
Tak lama
sesudah Socrates mati, Plato pergi meninggalkan Athena dan selama
sepuluh-duabelas tahun mengembara ke mana kaki membawa.
Sekitar
tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah
akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun. Plato menghabiskan sisa umurnya
yang empat puluh tahun di Athena, mengajar dan menulis ihwal filsafat. Muridnya
yang masyhur, Aristoteles, yang jadi murid akademi di umur tujuh belas tahun
sedangkan Plato waktu itu sudah menginjak umur enam puluh tahun. Plato tutup
mata pada usia tujuh puluh.
Plato
menulis tak kurang dari tiga puluh enam buku, kebanyakan menyangkut masalah
politik dan etika selain metafisika dan teologi. Tentu saja mustahil
mengikhtisarkan isi semua buku itu hanya dalam beberapa kalimat. Tetapi, dengan
risiko menyederhanakan pikiran-pikirannya, saya mau coba juga meringkas
pokok-pokok gagasan politiknya.yang dipaparkan dalam buku yang kesohor,
Republik, yang mewakili pikiran-pikirannya tentang bentuk masyarakat yang
menurutnya ideal.
Bentuk
terbaik dari suatu pemerintahan, usul Plato, adalah pemerintahan yang dipegang
oleh kaum aristokrat. Yang dimaksud aristokrat di sini bukannya aristokrat yang
diukur dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang digerakkan oleh putera
terbaik dan terbijak dalam negeri itu. Orang-orang ini mesti dipilih bukan
lewat pungutan suara penduduk melainkan lewat proses keputusan bersama.
Orang-orang yang sudah jadi anggota penguasa atau disebut "guardian"
harus menambah orang-orang yang sederajat semata-mata atas dasar pertimbangan
kualitas.
Plato percaya bahwa bagi semua
orang, entah dia lelaki atau perempuan, mesti disediakan kesempatan
memperlihatkan kebolehannya selaku anggota "guardian". Plato
merupakan filosof utama yang pertama, dan dalam jangka waktu lama nyatanya
memang cuma dia, yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang kelamin.
Untuk membuktikan persamaan pemberian kesempatannya, Plato menganjurkan agar
pertumbuhan dan pendidikan anak-anak dikelola oleh negara. Anak-anak
pertama-tama kudu memperoleh latihan fisik yang menyeluruh, tetapi segi musik,
matematika dan lain-lain disiplin akademi tidak boleh diabaikan. Pada beberapa
tahap, ujian ekstensif harus diadakan. Mereka yang kurang maju harus diaalurkan
untuk ikut serta terlibat dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan
orang-orang yang maju harus terus melanjutkan dan menerima gemblengan latihan.
Penambahan pendidikan ini harus termasuk bukan cuma pada mata pelajaran akademi
biasa, tetapi juga mendalami filosofi yang oleh Plato dimaksud menelaah doktrin
bentuk ideal faham metafisikanya.[5]
·
Al-Farabi
Al-Farabi adalah ilmuwan dan
filsuf islam yang berasal dari Farab,
Kazakhtan
Ia
juga dikenal dengan nama lain Abū Nasir al-Fārābi (dalam
beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan
Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai
Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.[6]
Al-Farabi
adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun
kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa yunani ia
mengenal para filsuf Yunani;Plato,
Aristoteles dan platinus dengan
baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti
matematika,filosofi
, pengobatan,
bahkan musik. Al-Farabi
telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan
sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab Al-musiqo.Selain
itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
Al-Farabi
dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles
karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru
pertama dalam ilmu filsafat.
Dia
adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan
sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta
berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.
Al-Farabi
hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla
dan
di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk
monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah.[7] Ia
lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa
pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) dimana periode tersebut dianggap
sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik.
Dalam
kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para
ahli
filsafat Yunani seperti Plato dan
Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau pemikiran-pemikiran Yunani
Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah negara pemerintahan yang
ideal (Negara Utama).[8]
Metafisika Al-Farabi
Dalam pembuktian adanya
Tuhan, Al-Farabi mengemukakan dalil wajib
al-wujud, dan mukmin al-wujud,
menurutnya segala yang ada hanya dua kemungkinan tersebut tidak ada yang lain .
[9]
·
Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun, nama ini begitu mashur
dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat.
Ia
adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap
murni dan baru pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab
seperti yang tertuang dalam buku fenomenalnya “muqaddimah” dianggap sebagai
bibit dari kelahiran Ilmu Sosiologi. Penelitiannya tentang sejarah dengan
menggunakan metode yang berbeda dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga
disebut sebagai bibit dari kemunculan Filsafat Sejarah seperti yang ada
sekarang. Kehidupannya yang malang melintang di Tunisia (Afrika) dan Andalusia,
serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya tentang Politik
serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu
Pengetahuan.
Dalam mengajarkan tentang masyarakat dan sosiologi, Ibnu
Khaldun menekankan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi
sejarah. Menjelang kematiannya tahun 1400, Ibnu Khaldun telah menghasilkan
sekumpulan karya yang mengandung berbagai pemikiran yang mirip dengan sosiologi
zaman sekarang.
Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris,
dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai
lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara
lembaga sosial itu. Ia juga tertarik untuk melakukan studi perbandingan antara
masyarakat primitif dan masyarakat modern. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara
dramatis terhadap sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan
sarjana muslim khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai
sejarawan yang mempunyai signifikansi historis.[10]
Pola
pikir Ibnu Khaldun
Ibnu
Khaldun benar-benar dapat dianggap Machiavelly
versi islam. Baik Ibn Khaldun maupun Machiavelly membedakan dirinya dari
sarjana-sarjana sejaman mereka dengan menghadapi peristiwa sosial sebagai
kerangka acuan yang benar-benar realistis. Perbedaan keduanya ialah bahwa
Machiavelly menolak Ideolisme dan menerima realism, sedangkan Ibn Khaldun
menganggap kedua-duannya sama penting. Bagi Khaldun apa yang harus harus
terjadi sama sebenarnya dengan apa yang ada, namun keduanya harus ditempatkan
pada tempatnya tersendiri dan dijaga dari percampuradaukan oleh bidang lain.[11]
BAB
III
KESIMPULAN
Filasafat tidak
menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa – apa yang
menarik perhatian manusia angapan ini diperkuat bahwa sejak abad ke 20 filsafat
masih sibuk dengan masalah-masalah yang sama seperti yang sudah dipersoalkan
2.500 tahun yang lalu yang justru membuktikan bahwa filsafat tetap setia pada
“metodenya sendiri”.Perbedaan filsafat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang
suatu bidang tertentu dari kenyataan, sedangkan filsafat adalah pengetahuan
yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan..Kesimpulan
dari perbedaan tersebut adalah filsafat tersebut adalah ilmu tanpa batas karena
memiliki syarat-syarat sesuai dengan ilmu.Filsafat juga bisa dipandang sebagai
pandangan hidup manusia sehingga ada filsafat sebagai pandangan hidup atau
disebut dengan istilah way of life, Weltanschauung, Wereldbeschouwing,
Wereld-en levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah kegiatan (aktivitas)
manusia dalam segala bidang kehidupanyadan filsafat juga sebagai ilmu dengan
definisi seperti yang dijelaskan diatas.
Syarat-syarat filsafat
sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang
seluruh kenyataan yang menyeluruh dan universal, dan sebagai petunjuk arah
kegiatan manusia dalam seluruh bidang kehidupannya.Penelahaan secara mendalam
pada filsafat akan membuat filsafat memiliki tiga sifat yang pokok, yaitu
menyeluruh, mendasar, dan spekulatif itu semua berarti bahwa filsafat melihat
segala sesuatu persoalan dianalisis secara mendasar sampai keakar-akarnya.Ciri
lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksif krisis dari filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono,S.H.,Drs,1993,
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta:
Rineka Cipta, 1993
Amsal
Bakhtiar,2010, Filsafat Ilmu, Jakarta:
Raja Granpindo Persada
Ibrahim
Madkour,Dr., 1993 ,Filsafat Islam metode
dan penerapan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mudji Sutrisno dan
Christ Verhaak,1993, Estetika Filsafat
Keindahan, Yogyakarta: Kanisius
Anwarudin
Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam” , skripsi sarjana.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
H.
Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Eduarny
Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang
Negara Utama”, thesis magister. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia
Adenan,2007,
Filsafat Islam Klasik, Renaisance dan
Modern,Medan: Duta Azhar
Fuad
Badi dan Ali Wardi,1989, Ibnu Khaldun dan
pola pemikiran islam,Jakarta: Pustaka Firdaus
http://plato-dialogues.org/papyrus.htm
Sumber :
http://doktorpaisal.wordpress.com/2009/11/23/biografi-ibnu-khaldun//
[1]
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,(Jakarta:
Rineka Cipta, 1993) h. 10
[2]Amsal
Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:
Raja Granpindo Persada,2010)
[3]
Ibrahim Madkour, Filsafat Islam metode
dan penerapan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993), h. 29
[6] Anwarudin
Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam” , skripsi sarjana.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
[7]
H.
Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
[8]
Eduarny
Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
[9]
Adenan, Filsafat Islam Klasik, Renaisance
dan Modern,(Medan: Duta Azhar, 2007), h. 85